Mengenai Saya

Foto saya
tangerang, tangerang, Indonesia
ان اكون احسنهم خلقا ان اكون اوسعهم علم ان اكون اجملهم صورا ان اكون اكثرهم مالا
Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

cara mentakhrij hadist bagian 5


d. Al-Takhrij ‘an thariiqi al-nazari fi haali al-hadits matnan wa sanadan (Mengetahui tentang sifat khusus matan atau sanad hadits) 
Yang dimaksud dengan metode takhrij ini adalah memperhatikan keadaan-keadaan dan sifat hadits yg baik yang ada pada matan dan sanadnya. Yang pertama diperhatikan adalah keadaan sifat yang ada pada matan, kemudian yang ada pada sanad lalu kemudian yang ada pada kedua-duanya.
Dari segi matan : apabila pada hadits itu tampak tanda-tanda kemaudhu’an, maka cara yang paling mudah untuk mengetahui asal hadits itu adalah mencari dalam kitab-kitab yang mengumpulkan hadits-hadits maudhu. Dalam kitab ini ada yang disusun secara alfabetis antara lain kitab al-mashnu’al-hadits al-maudhu’ li al syaikh ‘alal qori al-syari’ah. Dan ada yang secara matematis, antara lain kitab tanzih al-syari’ah al-marfu’ah ‘an al-ahadits al-syafiah al-maudhu’ah li al kanani. 
Dari segi sanad : apabila dalam sanad suatu hadits ada ciri tertentu, misalnya isnad hadits itu mursal, maka hadits itu dapat dicari dalam kitab-kitab yang mengumpulkan hadits-hadits mursal., atau mungkin ada seorang perowi yang lemah dalam sanadnya, maka dapat dicari dalam kitab mizan al-I’tidal li al- dzahabi.
Dari segi matan dan sanad : ada beberapa sifat dan keadaan yang kadang-kadang terdapat pada matan dan kadang-kadang pada sanad, maka untuk mencari hadits semacam itu, yaitu : 
• ‘ilal al hadits li ibn abi hakim al-razi
• Al-mustafad min mubhamat al-matn wa al-isnad li abi zar’ah ahmad ibn al-rahim al-iraqi
E. Al-Takhrij ‘an thariiqi ma’rifati kalimatin yaqillu dauranuha ‘ala al-alsinati min aiyu juz’in min matni al-hadits (metode takhrij yang didasarkan pada lafal-lafal tertentu dalam matan hadits, terutama lafal-lafal yang gharib atau lafal-lafal yang asing untuk mempercepat proses takhrij). Salah satu kitab yang paling terkenal untuk membantu dalam proses takhrij dengan menggunakan metode ini adalah kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fadh al-Hadits an-Nabawi karya A. J. Wensinck seorang guru besar bahasa arab dari Universitas Leiden Belanda (w. 1939 M). kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fadh al-Hadits an-Nabawi ini merujuk pada Sembilan kitab induk hadits yaitu : Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Turmudzi, sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Sunan Darimy, Muwaththa’ Imam Malik dan Musnad Imam Ahmad. (Mahmud al-Thahhan, 1991: 81-82).
Khusus untuk metode yang ke tiga ini penulis akan mencoba menjelaskan bagaimana langkah-langkah proses menggunakan kitab takhrij karya A.J Wensinck ini. penulis hanya mampu menjelaskan proses takhrij  secara detail khusus untuk metode ini, karena keterbatasan waktu dan tempat dalam makalah ini. Sebelum melakukan penelusuran hadits dengan metode ini kita harus mengetahui cara kerja dan system penyusunan kitab ini, berikut ini adalah keterangan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fazaazh al-Hadits an-Nabawi :
Kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fazaazh al-Hadits an-Nabawi dalam penyusunannya menempatkan kata-kata kerja yang dimulai dengan huruf alif kenudian kata-kata kerja yang dimulai dengan huruf baa’, taa’ dan seterusnya menurut urutan huruf-huruf hijaiyah. Setiap huruf juga tersusun menurut huruf-huruf hijaiyah tersebut, seperti alif lalu baa’, taa’ alif lalu tsaa’ dan seterusnya. Susunan perubahan kata-kata yang dicantumkan setiap fi’il mujarradnya adalah sebagai berikut :
  1. Fi’il Madhi (kata kerja untuk masa lalu)
  2. Fi’il Mudhari’ (kata kerja untuk masa sekarang)
  3. Fi’il Amr (kata kerja perintah)
  4. Isim Fi’il (kata subyek)
  5. Isim Maf’ul (kata obyek)
Kata kerja transitif didahulukan oleh penyusun kitab ini daripada kata kerja intranssitif, begitu pula dengan kata dasar lebih didahulukan daripada kata yang mengalami penambahan, kata-kata yang marfu’ (berkedudukan / berbasis dhammah) didahulukan daripada majrur (yang berbaris / berkedudukan kasrah) dan atas mansub (berbaris / berkedudukan fathah). Kata mufrad (tunggal) didahulukan daripada mutsanna (mengandung pengertian dua) dan kemudian jama’ (mengandung pengertian banyak).
Setiap kalimat dalam tiap-tiap bentuk di atas, penyusun kitab ini mencantumkan hadits-hadits yang salah satu  kat-katanya merupakan kata-kata di atas sperti kata اَمَرَ  kata ini diletakkan posisinya setelah   اَمَدَ  dibawahnya dicantumkan kata-kata perubahannya secara berurutan, yaitu fi’il madhi, mudhari’ amr, isim fa’il dan isim maf’ul. Kemudian diletakkan kata kerjanya yang ditambah dengan tasydid pada huruf kedua اَمَرَ kata ini diletakkan posisinya setelah اَمَدَ
Dibawahnya dicantumkan kata-kata perubahan secara beruntun, yaitu fi’il madhi, mudhari’. Amr, isim fa’il dan isim maf’ul. Kemudian diletakkan kata kerjanya yang ditambah dengan tasydid pada huruf kedua اَمَّرَ
Kemudian  اَمَر menurut wazn اَفَعَلَ   kemudian تَأمَّرَ Kemudian اِئْتَمَرَ         kemudian       اِسْتَأْمَرَ kemudian       اَمِرَ
اَمِيْر     kemudian                     اِمْرَة   kemudian       اَمَارَة
اِمَارَة   dan     آمَرُ
Disamping setiap hadits-hadits dicantumkan nama-nama ulama yang diriwayatkannya dalam kitab-kitab hadits mereka yang dimulai dengan nama perawi yang dikutip matan haditsnya dalam kitab Mu’jam al-Mufahras ini. disamping itu para penyusunnya juga mencantumkan nama kitab dan babnya, atau nama kitab dan nomor urut haditsnya, atau juz kitab dan halamannya. Untuk mengefisiensi penyusunan, penyusun kitab ini menggunakan kode-kode tertentu untuk setiap kitab-kitab haditsnya. Penjelasan kode-kode tersebut dicantumkan pada kitab tersebut. Demikian juga dalam penulisan tema hadits yang terdapat dalam kitab-kitab aslinya.
Seperti صَلاَةُ الْمُسَافِرِيْنَ وَقَصْدُهَا yang terdapat dalam Shahih Muslim ditulisnya dengan مُسَافِرِيْنَ dan وَقُوْتُ الصَّلاَةِ yang terdapat dalam Muwaththa’ ditulisnya dengan      اَلصَّلاَةُ
Berikut adalah keterangan kode-kode yang digunakan dan keterangan tempat hadits pada masing-masing kitab :
خ berarti Shahih al-Bukhari dengan mencantumkan tema dan nomor bab terdapatnya hadits.
د berarti Sunan Abu Daud dengan mencantumkan tema dan nomor bab terdapatnya hadits
ت berarti Sunan Turmudzi dengan mencantumkan tema dan nomor bab terdapatnya hadits
ن berarti Sunan Nasa’I dengan mencantumkan tema dan nomor bab terdapatnya hadits
جهَ berarti Sunan Ibnu Majah dengan mencantumkan tema dan nomor bab terdapatnya hadits
دى berarti Sunan Darimy dengan mencantumkan tema dan nomor bab terdapatnya hadits
م berarti Shahih Muslim dengan mencantumkan tema dan nomor bab terdapatnya hadits
ط berarti Muwaththa’ Imam Malik dengan mencantumkan tema dan nomor bab terdapatnya hadits
حم berarti Musnad Imam ahmad dengan mencantumkan tema dan nomor bab terdapatnya hadits
Semua kode-kode di atas digunakan oleh penyusun kitab ini kecuali pada 23 halaman pertama pada juz pertama. Pada 23 halaman tersebut mereka menggunakan kode ق untuk Sunan Ibnu Majah dan حل untuk Musnad Imam Ahmad. Adapun kode-kode yang lainnya seperti di atas. (Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, 1994: 61-64)
Berikut ini penulis akan mencoba menjelaskan tahap-tahap dalam mentakhrij sebuah hadits dengan menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-Faazhi al-Hadits al-Nabawi, yang penulis kutip dari terjemahan kitab Thuruq Takhrij Hadits Rasulillah SAW, karya Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi (1994: 65-66) :
  1. Langkah pertama adalah menentukan sebuah hadits yang akan ditakhrij.
  2. Selanjutnya menentukan kata kuncinya yang diambil dari salah satu kata dari matan hadits, artinya kata kunci tersebut adalah sebagai alat untuk mencari hadits. Setelah itu kembalikan kata tersebut ke dalam bentuk kata dasarnya, akan lebih baik jika kata yang akan dipergunakan adalah kata yang jarang dipakai. Semakin bertambah asing kata tersebut akan semakin bertambah mudah proses penelusuran hadits.
  3. Setelah mengembalikan kata tersebut ke dalam bentuk dasarnya, selanjutnya kita mencarinya dalam kitab al-Mu’jam menurut urutannya dalam huruf hijaiyah. Langkah selanjutnya mencari bentuk kata sebagaimana yang terdapat dalam kata kunci tersebut untuk kita temukan hadits yang dimaksud. Kode-kode kitab terdapatnya hadits tersebut tercantum disamping setiap haditsnya. Demikian pula dhalnya dengan tempat hadits tersebut dalam kitabnya. Kode-kode tersebut bukan hanya sekedar memperkenalkan kitab sumber hadits, tetapi bermaksud menganjurkan kita untuk menilai setiap haditsnya. Berikut ini akan dicontohkan dalam sebuah hadits :
لاَيُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
  1. Sebagai kata kuncinya kita pakai kata يُحِبُّ Kata tersebut kita kembalikan dalam bentuk dasarnya (fi’il madhi) yaitu  حَبَّ,حَبَّ kita temukan dalam kitab ini , sesuai dengan urutan huruf-hurufnya, terdapat pada jilid pertama halaman 405 dalam bentuk اَحَبَّ  adapun hadits yang dimaksud setelah kita telusuri setiap kat-kata yang merupakan perubahan dari اَحَبَّ  terdapat pada halaman 407, bunyi takhrijnya sebagai berikut :
…حتى يحب لأخيه او قال لجاره ما يحب لنفسه م ايمان 71, 72 خ ايمان 7 – ت قيامة 59 ن ايمان 19 (..) 330-جه مقدمه 9, جنائزا دى استئذان 5, وقاق 29-حم ا,79
3, 176,206, 251, 272, 278, 289
Penjelasannya :
  1. Imam Muslim meriwayatkan hadits ini dalam Shahihnya dan ditempatkan pada tema “al-iman” dengan nomor hadits 71 dan 72.
  2. Imam Bukhari meriwayatkan hadits ini dalam Shahihnya dan ditempatkan pada tema “al-iman” dengan nomor bab 7.
  3. Imam Turmuzi meriwayatkan dalam Sunannya dan ditempatkan dalam tema “al-qiyamah” dengan nomor bab 59.
  4. Imam Nasa’i meriwayatkannya dalam Sunannya dan ditempatkan dalam tema “al-iman” dengan nomor bab 19 dan 33. Hadits yang terdapat pada bab 19 mengalami pengulangan lafalnya.
  5. Imam Ibnu Majah meriwayatkannya dalam Sunannya dan ditempatkan dalam mukaddimah dengan nomor bab 9 dan pada tema “al-jana’iz” dengan nomor bab I.
  6. Imam al-Darimy meriwayatkannya dalam Sunannya dan ditempatkan pada tema “al-isti’dzan” dengan nomor bab 5 dan pada tema “ar-riqaq” dengan nomor bab 29.
  7. Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkannya dalam Musnadnya dan ditempatkannya pada jilid I halaman 79, jilid 3 halaman 176, 206, 251, 272, 278, dan 289.
Langkah selanjutnya untuk mencapai kesempurnaan takhrij dengan membuka hadits tersebut pada masing-masing kitab induk yang telah disebutkan di atas. (Abu Muhammad Abdul Hadi, Terjemahan, 1994 : 61-66)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar