A. Metabolisme Obat
Metabolisme
(biotransformasi) adalah suatu proses kimia di mana suatu obat diubah didalam
tubuh menjadi suatu metabolitnya. Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama
terjadi pada jaringan dan organ-organ seperti hati, ginjal, paru dan saluran
cerna. Hati adalah organ tubuh yang merupakan tempat utama metabolisme obat
oleh karena mengandung lebih banyak enzim-enzim metabolisme dibanding organ
lain. setelah pemberian secara oral, obat diserap oleh saluran cerna, masuk ke
peredaran darah dan kemudian ke hati melalui efek lintas pertama. aliran darah
yang membawa obat atas senyawa organik asing melewati sel-sel hati secara
perlahan-lahan dan termetabolisis menjadi senyawa yang mudah larut dalam air
kemudian diekskresikan melalui urin. ( Siswandono, Soekardjo,
Bambang.2000.Kimia Medisinal, hal 65)
Tujuan
metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar
(larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan
ini obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi
lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik.
(Syarif,
Amir,dkk.1995. Farmakologi dan Terapi edisi V, hal 8)
Kecepatan
biotransformasi umumnya bertambah bila konsentrasi obat meningkat. Hal ini
berlaku sampai titik dimana konsentrasi menjadi demikian tinggi hingga seluruh
molekul enzim yang melakukan pengubahan ditempati terus-menerus oleh molekul
obat dan tercapainya kecepatan biotransformasi yang konstan. Sebagai contoh
dapat dikemukakan natrium salisilat dan etanol bila diberikan dengan dosis yang
melebihi 5000mg dan 20g, pada grafik konsentrasi-waktu dari etanol. Kecepatan
biotransformasi konstan ini tampak dari turunnya secara konstan pula dari
konsentrasinya dalam darah.
Kecepatan
biotransformasi umumnya bertambah bila konsentrasi obat meningkat. Hal ini
berlaku sampai titik dimana konsentrasi menjadi demikian tinggi hingga seluruh
molekul enzim yang melakukan pengubahan ditempati terus-menerus oleh molekul
obat dan tercapainya kecepatan biotransformasi yang konstan. Sebagai contoh
dapat dikemukakan natrium salisilat dan etanol bila diberikan dengan dosis yang
melebihi 5000mg dan 20g, pada grafik konsentrasi-waktu dari etanol. Kecepatan
biotransformasi konstan ini tampak dari turunnya secara konstan pula dari
konsentrasinya dalam darah.
faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme
obat, antara lain:
1. Faktor genetik atau keturunan
perbedaan
individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-kadang terjadi dalam
sistem kehidupan. hal ini menunjukan bahwa faktor genetik atau keturunan ikut
berperan terhadap adanya perbedaan kecepatan metabolisme obat.
2. Perbedaan spesies dan galur
Pada proses
metabolisme obat, perubahan kimia yang terjadi pada spesies dan galur
kemungkinan sama atau sedikit berbeda, tetapi kadang-kadang ada perbedaan yang
cukup besar pada reaksi metabolismenya. pengamatan pengaruh perbedaan spesies
dan galur terhadap metabolisme obat sudah banyak dilakukan, yaitu pada tipe
reaksi metabolic atau perbedaan kualitatif dan pada kecepatan metabolisme atau
perbedaan kuantitatif.
3. Perbedaan jenis kelamin
Pada beberapa
spesies binatang menunjukan ada pengaruh jenis kelamin terhadap kecepatan metablisme
obat. banyak obat dimetabolisis dengan kecepatan yang sama baik pada tikus
betina maupun tikus jantan. tikus betina dewasa ternyata memetabolisis beberapa
obat dengan kecepatan yang lebih rendah. Pada manusia baru sedikit yang
diketahui tentang adanya pengaruh perbedaan jenis kelamin terhadpa proses
metabolisme obat.
4. Perbedaan umur
Bayi dalam
kandungan dan bayi yang baru lahir jumlah enzim-enzim mikrosom hati yang
diperlukan untuk memetabolisis obat relatif masih sedikit sehingga sangat peka
terhadap obat.
5. Penghambatan enzim metabolisme
kadang-kadang
pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu senyawa yang
menghambat kerja enzim metabolisme dapat meningkatkan intensitas efek obat,
memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan juga meningkatkan k efek samping
dan toksisitas.
6. Induksi Enzim Metabolisme
Kadang-kadang
pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu senyawa dapat
meningkatkan kecepatan metabolisme obat dan memperpendek masa kerja obat. Hal
ini disebabkan senyawa tersebut dapat meningkatkan aktivitas atau jumlah enzim
metabolisme dan bukan karena perubahan permeabilitas mikrosom atau oleh adanya
reaksi penghambatan. peningkatan aktivitas enzim metabolisme obat-obat tertentu
atau proses induksi enzim mempercepat proses metabolisme dan menurunkan kadar
obat bebas dalam plasma sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa
kerjanya menjadi lebih singkat. induksi enzim juga mempengaruhi tosisitas
beberapa obat karena dapat meningkatkan metabolisme dan pembentukan metabolit
reaktif.
7. Faktor Lain
faktor lain yang
dapat mempengaruhi metabolisme obat adalah diet makanan, keadaan kurang gizi,
gangguan keseimbangan hormon, kehamilan, pengikatan obat oleh protein plasma,
distribusi obat dalam jaringan dan kedaan patologis hati.
B. Klasifikasi Metabolisme Obat
Reaksi
metabolisme obat terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase 1 merupakan reaksi
fungsinalisasi yaitu gugus polar baru dimasukan atau dibentuk melalui reaksi
oksidasi, reduksi, hidrolisis. beberapa metabolit reaksi fase I bisa mempunyai
aktifitas yang sama atau berbeda dengan senyawa induk. Reaksi fase 2
menggabungkan solubilyzing moeities ( asam glukoronat, asam amino atau asam
sulfat) pada obat asli (jika punya gugus polar) atau pada metabolit fase 1
metabolisme fase 1 bisa terjadi sebelum atau setelah fase 2. Reaksi fase II
umumnya melibatkan penggabungan ( konjugasi) molekul endogen polar kecil pada
obat atau metabolit fase I, yaitu metabolit larut air yang siap di ekskresi via
urin dan empedu. kojugat umum meliputi asam klugoronat, sulfat dan asam amino.
Metabolit I fase bisa diekskresikan tanpa mengalami reaksi metabolisme fase 2.
Secara
umum fase biotransformasi fase I dan fase II adalah inaktivasi dan
detoksifikasi xenobiotik. Metabolisme juga bisa menghasilkan metabolit toksik
umumnya berasal dari xenobiotik nonterapeutik ( polutan, bahan kimia).
Reaksi konjugasi
biasanya terjadi terhadap gugus nukleofil pada obat seperti alkohol, asam
karboksilat, amina ( termasuk amin heterosiklik dan tiol). Jika gugus ini tidak
ada pada sebuah obat biasanya obat tersebut mengalami reaksi fase 1 telebih
dahulu. gugus pengkonjugasi merupakan molekul endogen yang mulanya diaktivasi
dalam bentuk koenzim untuk ditransfer ke obat. gugus tersebut adalah OH, COOH,
NH2, SH.
Secara umum
reaksi yang termasuk kedalam reaksi metabolisme fase 1 adalah:
1. Oksidasi
2. reduksi
3. Hidrolisi
Sedangkan reaksi metabolisme fase 2 adalah:
1. glukoronidasi
2. sulfasi
3. glutation
4. hidrolisis
epoksida
5. asetilasi
6. metilasi
7. esterase/amides
8. konjugasi
asam amino
Dalam paper ini akan dijelaskan secara
mendalam mengenai konjugasi glutation. Glutation (GSH) merupakan
tripeptida yang ditemukan di hampir semua jaringan mamalia. Konjugasi GSH terjadi sitoplasma,
terutama di sel hati dan ginjal dimana kadar GSH 5-10mM. Glutation mempunyai gugus thiol
nukleofil poten à
Fungsi utama konjugasi GSH utk meredam senyawa eletrofil berbahaya, baik xenobiotik
maupun metabolitnya.
Untuk bereaksi dengan glutation,
senyawa elektrofil dapat dapat melalui salah satu dari dua meknisme umum
sebagai berikut :
1. Pemindahan
nukleofil pada atom C atau heteroatom lain yang kekurangan elektron
2. Adisi nukleofil
pada ikatan rangkap yang kekurangan elektron
Konjugasi
dimediasi glutation transferase (GST), tp konjugasi pada elektrofil yg lebih
reaktif bisa terjadi secara nonenzimatis. Konjugasi GSH berbeda dari reaksi
fase II umumnya karena subjeknya adalah elektrofil (bukan nukleofil). Elektrofil yg bisa
berkonjugasi dgn GSH adalah gugus yang bisa mengalami tipe reaksi berikut:
-
SN2 (alkil halida, epoksida) dan SNAr (aril halida)
-
asilasi (anhidrida, ester sulfonat)
-
adisi Michael (sistem α,β-tak jenuh)
-
reduksi (disulfida, radikal)
Konjugat GSH
jarang diekskresikan via urin, tp mengalami bitransformasi lebih lanjut (fase
III à
konjugasi N-asetilsistenin atau konjugasi asam merkapturat)
C.
Golongan-golongan GST
GSTs ditemukan
pada manusia dalam beberapa tingkatan kelas. golongan-golongan ini mengandung
beberapa subfamili sekitar 90 % keadaan rangkaian homologi. enzim-enzim ini
bersifat polimorphic. Adapun golongan-golongan GST, yaitu:
1.
GST Alpha
GST 1-1 memiliki peranan yang penting
yang mewakili golongan A. Enzim ini ditemukan hanya pada beberapa jaringan
tubuh, meliputi ginjal, pencernaan, paru-paru, hati dan testis. Penemuan GST
1-1 di dalam darah secara jelas menunjukan tanda kerusakan hati dan ini
merupakan marker yang lebih sensitif untuk memonitoring kemajuan toksisitas
hati.
2.
GST Mu
mewakili golongan Mu GSTM1-1 mempunyai
aktif site lebih terbuka dan lebih lebar dari pada alpha GSTs dan enzim ini
mengandung ikatan pemotong yang lebih tinggi daripada jenis GST p. enzim ini
ditemukan dalam hati, otak, testis, ginjal dan paru-paru dan akan mengoksidasi
sebagian besar agen elektrofilik, seperti
aflatoxin B1-epoxide.
3.
GST golongan Pi
GSTP1-1 tersebarluas, kecuali untuk
hati, tetapi biasanya secara khusus berada dalam sel tumor. enzim ini akan
memproses berbagai jenis agen toksikologi yang berbahaya dan juga spesies
endogenous yang meliputi CDNB, acrolein, adenin, proprenal, benzil
isothiocyanat dan 4-vynilpyridin.
4.
GST golongan Theta
enzim ini berbeda dari GSTs lainnya
enzim ini tidak menggunakan residue tirosin untuk mengkatalisis reaksi antara
substrat dan GSH. Serin menyempurnakan aktivitas pada isoform GST-T dan hal ini
memungkinkan tempat tersebut mampu menyusun beberapa struktur yang membantu
pada proses katalisis. GST ini bekerjasama dengan lingkungan metabolisme dan
sisa-sisa bahan karsinogen., meliputi planar polisiklik, aromatik hidrokarbon,
halomethan, dihalometan dan etilen oksida. menariknya GST-T dalam eritrosit
identik dengan GST-T yang ada di hati.
5.
GST golongan Omega
enzim ini memproses CDNB,
para-nitophenyl asetat dan terutama ditemukan pada kebanyakan jaringan. isoform ini digagas untuk
bertanggungjawab untuk perbaikan
protein. selain itu isoform ini juga melibatkan pencenggahan apoptosis seluler
dengan memblok ion kalsium mobilisasi dari intraseluler store.
D.
Obat yang Mengalami Reaksi Biotransformasi Konjugasi glutation
Obat-obat yang bersifat elektrofilik itu, di tubuh akan
didetoksifikasi melalui konjugasi dengan glutation (GSH) yang dikatalisis oleh
enzim GST. Akibatnya, sebagian obat diserap oleh bagian tubuh yang
memerlukannya dan sebagian dibuang melalui urin atau faeces.
Jadi,
bila seseorang minum obat-obatan yang toksik, obat itu akan dikurangi
ketoksikannya. Yaitu lewat konjugasi dengan satu senyawa dalam tubuh
(glutation) yang dikatalisis (dijembatani) oleh satu enzim tertentu (glutation
S-transferase) untuk dikeluarkan melalui urin (Sudibyo,2000).
Contoh Obat yang
mengalami konjugasi Glutation :
1.
Paracetamol
Parasetamol
merupakan analgsesik bebas (“over the
counter”) untuk orang dewasa dan anak-anak yang paling populer digunakan.Obar
ini benar-benar aman jika dikonsumsi sesuai dosis yang direkomendasikan (untuk
orang dewasa,biasanya tidak lebih dari delaran tablet 500 mg dalam waktu 24
jam).
Jika
dikonsumsi melaui oral,paresatamol akan cepat diserap melalui saluran cerna,tetapi
hanya kurangdari
5% diekskresikan melalui ginjal tanpa
mengalami perubahan.Sisanya akan diangkut kedalam aliran darah menuju
hati untuk dimetabolisme. Di hati sebagian Paracetamol berikatan dengan sulfat dan
glukuronida.Metabolisme utamanya meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan
konjugat glukoronida yang dikeluarkan lewat ginjal.
Sedangkan sebagian lagi akan dioksidasi menjadi N-Asetil-p-benzoquinon
Imina (NAPQI),senyawa ini bersifat reaktif dan dapat mengakrilasi maklomolekul
esensial (ex.Protein) sehingga menjadi toksik. Senyawa toksik tersebut akan
dikonjugasi dengan satu senyawa dalam tubuh (glutation) yang dikatalisis
(dijembatani) oleh satu enzim tertentu (glutation S-transferase) menjadi asam
merkapturat sehingga dapat dikeluarkan melalui ginjal.
2.
Obat
Sitotoksik
Obat
sitotoksikik bersifat elektrofilik,
umumnnya sebagian besar obat sitostatik (contoh; adriamusin dan klorambusil)
dimetabolisme melalui konjugasi dengan GSH yang dikatalisis oleh GST .
Toksisitas
obat kanker yang digunakan dalam terapi haruslah lebih toksik terhadap sel
kanker dibanding pada jaringan lain dan selektifitas semacam itu dapat
ditingkatkan dengan memperlambat proses detoksifikasiobat tersebut pada sel
kanker . Pada kenyataanya penyakit kanker justru sering menunjukkan
aktivitas/ekspresi GST terutama μ dan π yang berlebihan. Akibatnya terjadilah
penurunan efektivitas obat sitostatik tersebut. Namun demikian, bila obat
sitostatik tersebut diberikan bersama obat lain yang bersifat sebagai inhibitor
GST yang selektif, seperti kurkumin maka
efektivitas obat sitostatik tersebut akan meningkat.( Yuniarti, N. dkk.2005).
DAFTAR PUSTAKA
D.Coleman,
Michael.2005.Human Drug Metabolism, An
Introduction.USA: Wiley
P.Uetrect,
Jack dan William Trager.2007.Drug
Metabolism, Chemical and Enzimatic Aspects.New York:Informa Healthcare
L.
Patrick, Graham. 2009. An Introduction to
Medicinal Chemsitry, Fourth Edition.New
York:Oxford University Press
1 komentar:
ok sob , thanks
Posting Komentar