Kata Pengantar
Buku Petunjuk Praktikum Kimia Instrument
ini sengaja disusun sebagai pedoman bagi mahasiswa dalam melaksanakan praktikum
kimia instrumen khususnya untuk para mahasiswa Program Studi Kimia, Jurusan
MIPA Fakultas Sains dan Teknologi UIN SYARIF Hidayatullah Jakarta.
Tujuan dari penyusunan buku pedoman ini
adalah supaya mahasiswa memperoleh gambaran umum mengenai konsep-konsep dasar
yang berkaitan dengan materi praktikum kimia instrumen sehingga dapat
menyelesaikan tugas praktikum dengan sebaik-baiknya.
Agar tujuan tersebut dapat mencapai,
setiap modul percobaan dilengkapi dengan landasan teori yang didasarkan pada
keterkaitan materi dengan tujuan percobaan yang dilakukan. Hal tersebut diharapkan
dapat meningkatkan pemahaman dan wawasan berfikir serta ketrampilan mahasiswa
dalam melaksanakan percobaan, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan
alat-alat instrumen dan interpretasi data hasil percobaan.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan saran-sarannya dalam penyusunan
buku petunjuk praktikum ini. Semoga buku petunjuk praktikum ini dapat
bermanfaat bagi siapapun yang menggunakannya.
Wassalam.
Penyusun
TATA TERTIB PRAKTIKUM
Semua mahasiswa (praktikan) yang
akan melaksanakan Praktikum Kimia Instrument di Pusat Labotaroium Terpadu Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah diwajibkan melaksanakan dan mentaati tata
tertib sebagai berikut :
1.
Semua
mahasiswa yang akan mengikuti praktikum kimia instrumen wajib mendaftarkan diri
di PLT dan terdaftar sebagai mahasiswa praktikan yang dibuktikan dengan adanya
kartu praktikan.
2.
Sebelum
waktu pelaksanaan praktikum, praktikan tidak diperkenankan memasuki ruang
praktikum juga mengunakan, memindahkan ataupun mengoperasikan alat.
3.
Praktikan
harus datang tepat pada waktunya, jika terlambat lebih dari 15 menit tanpa
alasan yang dapat diterima praktikan tidak diperkenankan mengikuti praktikum
pada hari tersebut.
4.
Pre-test
diadakan setiap kali sebelum praktikum dengan materi acara praktikum sebagaimana
yang telah ditetapkan.
5.
Semua
praktikan wajib menyusun rencana kerja praktikum sebelum pelaksanaan praktikum
dan bila sudah selesai praktikum, praktikan wajib membuat laporan berdasarkan
materi praktikum yang telah dilaksanakan.
6.
Selama
praktikum, semua praktikan wajib memakai jas lab dengan rapih, sopan, dan menjaga
kebersihan lab.
7.
Apabila
praktikan merusakkan atau memecahkan peralatan laboratorium dengan alasan
apapun, maka kepadanya diwajibkan untuk mengganti alat tersebut.
8.
Praktikan
yang tidak menjalankan praktikum pada harinya karena berhalangan atau gagal
menjalankan praktikum pada hari itu, dapat mengulang pada hari lain jika masih
memungkinkan.
9.
Bila
3 ( tiga ) kali berturut-turut praktikan tidak hadir untuk melaksanakan praktikum
tanpa ada keterangan yang sah, maka dinggap mengundurkan diri.
PETUNJUK PEMBUATAN LAPORAN
& PENILAIAN
Laporan dibuat
berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut :
1.
Halaman judul ( cover ) memuat
:
a.
Judul Praktikum
b.
Logo Universitas
c.
Nama Praktikan
d.
NIM
e.
Kelompok
f.
Tanggal & Tempat Praktikum
g.
Jurusan/Program Studi
2.
Halaman isi memuat :
a.
Judul Praktikum
b.
Tujuan Praktikum
c.
Landasan Teori
d. Metode ( Alat dan Bahan, Cara kerja )
e.
Hasil dan Pembahasan
f.
Kesimpulan
g.
Daftar Pustaka
3.
Penilaian laporan didasarkan
pada kerapihan tulisan, kesesuaian judul dan teori dengan hasil percobaan dan
kesimpulan serta alasan yang tepat jika terdapat penyimpangan hasil percobaan.
4.
Nilai
akhir praktikum ditentukan dari total :
Nilai
praktikum (kehadiran, kerapihan dan laporan) = 30%
Nilai Ujian Tengah Semester
(UTS) = 30%
Nilai Ujian Akhir Semester
(UAS) = 40%
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
........................................................................................................ i
TATA TERTIB PRAKTIKUM
.......................................................................................... ii
PETUNJUK PEMBUATAN LAPORAN PRAKTIKUM
.................................................. iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................
iv
PRAKTIKUM I Pengenalan Alat Spektrofotometer UV-Vis, Kalibrasi dan
Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum
PRAKTIKUM II Identifikasi dan penetapan kadar injeksi sianokobalamin
dengan alat Spektrofotometer UV-Visible
PRAKTIKUM III Pengukuran Kadar Senyawa Nitrit (NO2-)
dengan Spektrofotometer UV-Visible
PRAKTIKUM IV Penetapan Kadar Vitamin C Metode Kolorimetri dengan Spektrofotometer
UV-Vis
PRAKTIKUM V Kalibrasi Spektrofotometer FTIR (Fourier Transform Infra Red )
PRAKTIKUM VI Analisis Gugus Fungsi Senyawa Organik dengan FTIR
PRAKTIKUM VII Penetapan Kadar Logam Kalsium (Ca) dalam Air Mineral dengan
Spektroskopi Serapan Atom (AAS)
PRAKTIKUM VIII Penetapan Logam Besi (Fe) dalam Sampel
Padatan dengan Teknik Destruksi Basah
PRAKTIKUM IX Penetapan Kadar Alkohol dalam Minuman Dengan Cara
Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (GCMS)
PRAKTIKUM X Penetapan Kadar Kafein dalam Minuman Berenergi Secara
HPLC
PRAKTIKUM I
PENGENALAN ALAT
SPEKTROFOTOMETER UV-VIS, KALIBRASI DAN PENGUKURAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM
TUJUAN PERCOBAAN
1. Mahasiswa memahami prinsip kerja alat
spektrofotometer UV-Visible.
2. Mahasiswa mengetahui cara mengkalibrasi
alat spektrofotometer UV-Visibel.
3. Mahasiswa mengetahui cara menentukan nilai
lmaks (panjang gelombang maksimum) sebagai parameter penting dalam analisa spektrofotometri
UV-Vis.
DASAR TEORI
Molekul-molekul dapat
mengabsorbsi atau mentransmisi radiasi gelombang elektromagnetik. Berkas cahaya
putih adalah kombinasi semua panjang gelombang spektrum tampak. Perbedaan warna
yang kita lihat sebenarnya ditentukan dengan bagaimana gelombang cahaya
tersebut diabsorbsi dan ditransmisikan (dipantulkan)
oleh objek atau suatu larutan.
Gambar 1. Pola difraksi
cahaya polikromatik
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur jumlah cahaya yang
diabsorbsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul di dalam larutan. Ketika
panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui larutan, sebagian energi cahaya
tersebut akan diserap (diabsorbsi). Besarnya
kemampuan molekul-molekul zat terlarut untuk mengabsorbsi cahaya pada pada
panjang gelombang tertentu dikenal dengan istilah absorbansi (A), yang setara dengan nilai konsentrasi larutan tersebut
dan panjang berkas cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm dalam spektrofotometer)
ke suatu point dimana persentase jumlah cahaya yang ditransmisikan atau
diabsorbsi diukur dengan phototube.
Sebuah
spektrofotometer memiliki lima
bagian penting yaitu:
a)
Sumber cahaya, untuk UV umumnya digunakan lampu deuterium (D2O),
untuk visible digunakan lampu tungstent xenon (Auc).
b)
Monokromator, suatu alat yang berfungsi mengubah
cahaya polikromatik menjadi cahaya monokromatik
c) Sel
penyerap / wadah pada sample,
cell dalam spektrofotometer disebut juga dengan kuvet.
d)
Photodetektor berfungsi untuk mengubah
energi cahaya menjadi energi listrik
e)
Analyzer (pengolah data), untuk
spektrofotometer modern biasanya dilengkapi dengan komputer.
|
Suatu
spektrometer UV-Vis biasanya bekerja pada daerah panjang gelombang sekitar 200
nm (pada ultra-violet dekat) sampai sekitar 800 nm (sinar tampak). Ketika sinar
melewati suatu senyawa, energi dari sinar tersebut digunakan untuk mendorong
perpindahan elektron dari orbital ikatan atau orbital non-ikatan ke salah satu
orbital anti-ikatan yang kosong. Perpindahan/lompatan elektron yang mungkin terjadi akibat adanya sinar
adalah :
Pada tiap
kemungkinan, suatu elektron tereksitasi dari orbital yang terisi penuh ke
orbital anti-ikatan yang kosong. Tiap lompatan elektron memerlukan energi dari
sinar dan lompatan yang besar pasti membutuhkan energi yang lebih besar
daripada lompatan yang kecil. Jika besarnya energi tersebut cukup untuk membuat
suatu lompatan, maka panjang gelombang akan diserap dan energinya akan
digunakan untuk promosi satu elektron.
Lompatan yang penting diantaranya:
·
Dari
orbital pi ikatan ke orbital pi anti-ikatan;
·
Dari
orbital non-ikatan ke orbital pi anti-ikatan;
·
Dari
orbital non-ikatan ke orbital sigma anti-ikatan.
Artinya untuk menyerap sinar pada daerah antara
200 - 800 nm (pada daerah dimana spektra diukur), suatu senyawa harus
mengandung ikatan pi atau terdapat atom dengan orbital non-ikatan. Orbital
non-ikatan biasanya mengandung pasangan elektron bebas, misalnya pada oksigen,
nitrogen, atau halogen. Bagian molekul yang dapat menyerap sinar disebut
sebagai gugus kromofor.
Diagram berikut menunjukan spektrum serapan senyawa
sederhana buta-1,3-diena. Absorbansi (sumbu Y) adalah ukuran banyaknya sinar
yang diserap dan sumbu X menunjukkan panjang gelombang dimana sinar
menghasilkan absorbansi maksimum.
Anda akan
melihat puncak serapan pada 217 nm. Ini berada pada daerah ultra-violet dan
tidak ada tanda yang menunjukan penyerapan pada daerah sinar tampak karena
buta-1,3-diena tidak berwarna. Puncak pada grafik di atas dinamakan "lambda-max"
(panjang gelombang maksimum).
Pada buta-1,3-diena, CH2=CH-CH=CH2, tidak ada
elektron non-ikatan. Artinya lompatan elektron yang terjadi (dalam kisaran yang
dapat diukur oleh spektrometer) hanya dari orbital pi ikatan ke orbital pi
anti-ikatan.
ALAT DAN BAHAN
Alat :
-
Kuvet quartz
-
Spetrofotometer UV-Visible Lambda 25 Perkin Elmer
Bahan :
-
Aseton
-
Benzen/Toluen
-
Metanol
-
Aquades
PROSEDUR KERJA
A. Kalibrasi Alat
Spektrofotometer UV-Vis
1. Nyalakan alat spektrofotometer selama +15
menit untuk menstabilkan sumber cahaya dan fotodetektor.
2. Siapkan larutan blangko (aquades),
masukkan ke dalam kuvet yang telah dibersihkan sebelumnya dengan menggunakan
tisue.
3. Pilih menu aplikasi wavelength
scan. Lakukan kalibrasi
dengan menggunakan larutan blangko (minimal 2 kali dengan menekan tombol autozerro).
Setting nilai absorbansi = 0
Setting nilai transmitansi = 100 % (artinya larutan tidak mengabsorpsi
cahaya yang
diberikan).
B. Menentukan panjang
gelombang yang memiliki nilai absorbansi maximum (lmaks):
1.
Pertama-tama tentukan range
panjang gelombang yang akan digunakan (untuk sampel yang tidak berwarna,
gunakan range panjang gelombang sinar UV : 180 – 400 nm).
2. Masukan sampel aseton ke dalam kuvet yang
kering dan bersih,
3. Lakukan scaning panjang gelombang maksimum untuk sampel aseton hingga
dihasilkan nilai lmaks.
4. Buatlah grafik hubungan antara nilai
absorbans sebagai fungsi panjang gelombang.
5. Tentukan panjang gelombang maksimum untuk sampel yang lain (benzen dan metanol)
dengan cara yang sama seperti di atas.
6. Buatlah tabel yang menjelaskan spesifitas
gugus kromofor dengan panjang gelombang yang dihasilkan.
DATA PENGAMATAN
Nama Senyawa
|
Gugus Kromofor
|
Panjang gelombang maksimum
|
Aseton
|
|
|
Benzen
|
|
|
Metanol
|
|
|
PRAKTIKUM II
IDENTIFIKASI KEMURNIAN & PENETAPAN KOEFISIEN EKSTINGSI SIANOKOBALAMIN DENGAN SPEKTROFOTOMETER
UV-VISIBLE
TUJUAN PERCOBAAN
1.
Mahasiswa memahami prinsip
identifikasi kemurnian sianokobalamin melalui metode spektrofotometri UV-Vis.
2. Mahasiswa mampu menentukan koefisien
absorptivitas molar (e) sianokobalamin dengan alat spektrofotometer
UV-Vis.
DASAR TEORI
Spektrofotometer
UV-Visible sering digunakan untuk keperluan penetapan kadar dan identifikasi
suatu senyawa. Panjang gelombang yang secara maksimum diabsorbsi ditentukan
dengan mengukur absorbansi sampel pada rentang panjang gelombang yang telah
ditentukan. Setelah cahaya melewati larutan uji, energi cahaya yang melewati phototube dinyatakan sebagai rasio
transmitansi cahaya I (cahaya yang melewati sample) terhadap cahaya
incident I0 (intensitas cahaya dari sumber sebelum melewati sample).
Cahaya yang diterima phototube adalah diukur sebagai persen transmitansi
(%T) atau sebagai log kebalikannya, absorbansi (A).
Jika I lebih
kecil dari Io, artinya sampel menyerap sejumlah sinar. Dalam hal ini
terdapat hubungan yang sederhana antara absorbansi (A) dengan intensitas cahaya
yang melewati sampel dan intensitas cahaya sebelum melewati sampel, yakni :
Bagian sinar yang diserap akan tergantung
pada berapa banyak molekul yang beinteraksi dengan sinar. Dengan kata lain
nilai absorbansi sangat bergantung pada konsentrasi suatu senyawa. Hubungan
antara banyaknya cahaya yang diserap dengan konsentrasi suatu senyawa
dinyatakan secara kuantitatif melalui persamaan Hukum Lambert-Beer :
Log I0 / I = ε. L. C
................................... *)
Keterangan :
I0 = Intensitas cahaya
sebelum melewati sample
I = Intensitas cahaya setelah melewati sample
ε
= Koefisien ekstingsi, yaitu
konstanta yang tergantung pada sifat alami dari senyawa substansi dan panjang
gelombang yang digunakan untuk analisis
L = Panjang atau jarak cahaya yang melewati
sample
C = Konsentrasi dari larutan yang dianalisa
Koefisien ekstingsi sering pula dinyatakan dalam koefisien
absorptivitas molar. Nilai absorptivitas molar dapat bervariasi. Contohnya, sianokobalamin
memiliki dua puncak serapan dalam spektrum UV-tampak. Dua puncak serapan ini
disebabkan oleh promosi elektron dari pasangan elektron bebas gugus karbonil dan
delokalisasi elektron ikatan rangkap terkonjugasi dari orbital pi ikatan ke
orbital pi anti-ikatan.
Dalam
pengukuran kemurnian suatu senyawa dapat dilakukan dengan menentukan harga
serapan relatifnya. Serapan relatif adalah perbandingan harga serapan pada 2 ujung
panjang gelombang tertentu dimana untuk zat tertentu besarnya tertentu pula,
sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemurnian zat tersebut.
ALAT DAN BAHAN
Alat :
-
Labu ukur 100 ml
-
Pipet volumetric 5 ml
-
Beaker glass 100 ml
-
Pipet tetes
-
Tissue
-
Spektrofotometer
UV-Visible Lambda 25 Perkin Elmer
Bahan :
-
Injeksi
500 mg/ml, ampul 1 ml sianokobalamin ( vitamin B12 )
PROSEDUR KERJA
A. Pengukuran nilai serapan
relatif
1.
Keluarkan isi dari ampul
injeksi sianokobalamin ( vitamin B12) ke dalam beaker glass 50 ml.
2.
Pipet 1 ml injeksi
sianokobalamin tersebut ke dalam labu ukur 100 ml tambahkan air hingga
volumenya mencapai 100 ml.
3. Nyalakan alat spektrofotometer, pilih menu
aplikasi waveprogram. Ukur serapannya
dengan kuvet setebal 1 cm pada panjang gelombang 550 nm, 361 nm, dan 278 nm.
4.
Hitunglah perbandingan serapan
pada :
a. 361 nm / 550 nm
b. 361 nm / 278 nm
Catatan : serapan relatif sianokobalamin berdasarkan referensi Farmakope
Indonesia Ed.IV hal. 723 – 724 adalah 3,15 – 3,45 untuk 361/550 dan 1.75-1.98
untuk 361/278.
|
B.
Penentuan harga koefisien
ekstingsi
Hitung konsentrasi
sianokobalamin hasil pengenceran, tentukan nilai koefisien ekstingsi
sianokobalamin dengan menggunakan persamaan Lambert-Beer.
DATA PENGAMATAN
Panjang gelombang
|
Absorbansi
|
278 nm
|
|
361 nm
|
|
550 nm
|
|
Konsentrasi sianokobalamin
|
|
Kefisien ekstingsi sianokobalamin (e) = ............................
(278 nm)
=
............................ (361 nm)
=
............................ (550 nm)
Struktur Vitamin B12 (Sianokobalamin)
PRAKTIKUM III
PENGUKURAN KADAR ION NITRIT
DENGAN
SPEKTROFOTOMETER UV-VISIBLE
TUJUAN PERCOBAAN :
1. Mahasiswa memahami prinsip yang melandasi
metode pengukuran kadar suatu senyawa dengan menggunakan spektrofotometer Uv-Visible.
2. Mahasiswa mampu menentukan kadar ion
nitrit dalam suatu sampel dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Visible.
DASAR TEORI
Jika anda melewatkan sinar putih pada media yang
berwarna, sebagian warna akan terserap. Larutan yang mengandung ion tembaga(II)
tetrahidrat, sebagai contoh, kelihatan biru pucat karena larutan menyerap sinar
dari spektrum merah. Panjang gelombang yang tersisa akan berkombinasi di dalam
mata dan otak untuk memunculkan warna sian (biru pucat).
Beberapa media yang tak berwarna juga menyerap
sinar tetapi dalam daerah ultraviolet
(UV). Karena kita tak mampu melihat sinar UV, maka kita tak dapat mengamati
penyerapannya. Media yang berbeda akan menyerap sinar dengan panjang gelombang
yang berbeda, dan ini dapat dipakai untuk mengidentifikasi suatu materi,
misalnya keberadaan ion logam, atau gugus fungsi dalam senyawa-senyawa organik.
Besarnya penyerapan tergantung pada konsentrasi
materi, jika berupa larutan. Perhitungan banyaknya penyerapan dapat digunakan
untuk menentukan konsentrasi larutan terutama untuk larutan yang sangat encer.
Hubungan I0/IT akan
lebih cepat dipahami dengan melihat kebalikan dari perbandingan tersebut yakni
IT / I0 sebagai transmitansi (T) dari larutan. Sedangkan
log (I0/IT) dikenal sebagai absorbansi (A) larutan.
Pernyataan ini akan menghasilkan persamaan A = - log T dengan A = ε.L.C (Hukum Lambert Beer). Hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa persamaan Hukum Lambert-Beer menyerupai persamaan
garis lurus y = mx + b. Dengan kata lain absorbansi cahaya dari larutan secara
langsung berbanding lurus dengan konsentrasi larutan.
Kita dapat
mempersiapkan satu seri larutan standar yang memiliki substansi yang sama dengan
sampel dalam konsentrasi yang diketahui dan jika kita plotkan terhadap harga
absorbansi, akan diperoleh kurva regresi linier (garis lurus) atau sering
disebut dengan Kurva Kalibrasi. Hukum
Lambert Beer’s bekerja baik untuk larutan dengan konsentrasi rendah, tetapi
menjadi tidak linear jika konsentrasi terlalu tinggi. Konsentrasi seri larutan ini harus berada pada kisaran konsentrasi yang
akan ditentukan bisa lebih encer atau lebih pekat dari konsentrasi yang
diperkirakan.
Gambar 2. Contoh Kurva Kalibrasi
ALAT DAN BAHAN
Alat :
-
Kuvet quartz
-
Spetrofotometer UV-Visible Lambda 25 Perkin Elmer
Bahan :
-
Standar nitrit p.a
-
Asam sulfanilik p.a
-
Naphthylethylenediamine
-
Asam asetat p.a
-
Methanol p.a
-
Aquades
PROSEDUR KERJA
A.
Pembuatan larutan standar nitrit (NO2-)
1. Ambil 7 tabung reaksi bersih dan kering
dan beri label pada masing-masing tabung.
Tabung 1
|
Tabung 2
|
Tabung 3
|
Tabung 4
|
Tabung 5
|
Tabung 6
|
Tabung 7
|
blanko
|
0.02 ppm
|
0.04 ppm
|
0.06 ppm
|
0.08 ppm
|
0.10 ppm
|
Sampel
|
2. Pipet 2,5 ml aquades ke dalam tabung
reaksi yang berlabel blanko, sedangkan kelima tabung reaksi berikutnya pipet
sejumlah volume 0.4 ml, 0.7 ml, 1.0 ml, dan 1.3 ml larutan standar nitrit 2,5
ppm.
3. Berikutnya pipet sejumlah 2,5 ml larutan sampel
dan masukkan ke dalam tabung yang telah diberi label sampel.
4. Selanjutnya tambahkan 2.5 mL reagent
pewarna ke dalam setiap tabung termasuk ke dalam blangko dan sampel. Larutan pewarna
terdiri dari asam sulfanilik, naphthylethylenediamine dan asam asetat.
5. Tambahkan aquades ke dalam masing-masing
tabung (kecuali blangko) hingga volume total setiap tabung reaksi mencapai 5,0
ml.
6. Tutup setiap tabung reaksi tersebut dengan
menggunakan parafilm dan homogenkan larutan didalamnya dengan membalikkan
perlahan-lahan.
7. Biarkan selama 15 menit hingga warna yang
terbentuk stabil.
B.
Pengukuran Panjang Gelombang untuk
Absorbansi maksimum (lmaks) :
1. Pertama-tama tentukan range panjang
gelombang yang akan digunakan dan set absorbansi ke 0.00 dengan menggunakan
blanko dalam kuvet yang telah disediakan.
Jangan merubah setting ketika
anda menggunakan panjang gelombang yang sama. Anda dapat mengecek blanko
kembali ketika telah selesai mengukur absorbansi semua sample untuk
meyakinkan bahwa tidak terjadi perubahan standarisasi.
|
2. Pilih salah satu seri larutan standar
(misal standar nitrit 0.01 ppm), masukkan ke dalam kuvet dan tentukan panjang
gelombang yang memiliki absorbansi maksimum ( λmaks). Gunakan panjang gelombang ini untuk pengukuran
absorbansi semua larutan.
C.
Pengukuran absorbansi larutan standar pada
panjang gelombang maksimum (λmaks)
1. Set spektrofotometer ke panjang gelombang
yang memiliki absorbansi maksimum (λmaks) yang telah ditentukan pada langkah sebelumnya. Gunakan
larutan blanko dan kalibrasi alat spektrofotometer hingga nilai absorbansi
0.00.
2. Ukurlah absorbansi masing-masing larutan
standar nitrit yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pengukuran dimulai dari
konsentrasi yang terendah.
3. Buat kurva kalibrasi yang menggambarkan
hubungan antara absorbansi (sumbu Y) dengan konsentrasi (Sumbu X).
D.
Penentuan konsentrasi sampel
1. Masukkan sampel yang akan dianalisa ke
dalam kuvet dan tentukan absorbansinya dengan menggunakan prosedur yang sama
seperti pada pengukuran larutan standar.
2. Tentukan konsentrasi ion nitrit dari
sample unknown dengan memplotkan absorbansi pada kurva standar absorbansi Vs
konsentrasi yang telah dibuat pada langkah C (untuk spektrofotometer mutakhir,
pengukuran konsentrasi dapat dilakukan dengan mode concentration, yang dapat diautomasi) . Jika anda melakukan
pengenceran terhadap sampel, gunakan faktor pengenceran untuk menghitung
konsentrasi ion nitrit yang sebenarnya.
[NO2-]
= [NO2-]hasil pengenceran x Fp
Fp
= Faktor pengenceran
DATA PENGAMATAN
Larutan standar nitrit
|
Absorbansi
|
0.02 ppm
|
|
0.04 ppm
|
|
0.06 ppm
|
|
0.08 ppm
|
|
0.10 ppm
|
|
Konsentrasi ion nitrit pada sampel unknown
: .......................... ppm
PERCOBAAN IV
APLIKASI SPEKTROFOTOMETER UV-VIS
UNTUK PENENTUAN KADAR GULA REDUKSI
DENGAN METODE NELSON SOMOGYI
TUJUAN PERCOBAAN
1. Mahasiswa memahami prinsip penetapan kadar
gula pereduksi dengan Metode Nelson-Somogyi
2. Mahasiswa mampu menentukan kadar gula
reduksi dengan metode Nelson Somogyi yang diukur dengan alat spektrofotometer .
DASAR TEORI
Spektrofotometri
merupakan teknik pengukuran konsentrasi suatu senyawa berdasarkan pengukuran
absorbansi atau transmisi sinar yang melewati senyawa tersebut. Teknik ini
sering digunakan untuk keperluan analisa spesi kimia, misalnya untuk penetapan kadar senyawa
anorganik, ion logam maupun komponen senyawa organik.
Salah satu aplikasi spektrofotometer
UV-Vis untuk pengukuran kadar senyawa organik adalah pengukuran kadar gula
pereduksi dengan metode Nelson Somogyi. Penetapan
kadar gula reduksi dengan metoda
Nelson-Somogyi dilakukan dengan menentukan nilai optical density larutan sample yang sebelumnya telah direaksikan
dengan reagen Nelson-Somogyi yang terdiri dari campuran reagen A yang terdiri
dari Na-karbonat anhidrat ( Na2CO3 ), K-Na tartrat, Na-hidrokarbonat ( NaHCO3 ) serta Na-sulfat
( Na2SO4 ) yang dilarutkan dalam aquadest, dan reagen B
yang terdiri dari CuSO4. 5H2O yang dilarutkan dalam
aquades dan sedikit H2SO4 pekat. Campuran kedua reagen
dengan perbandingan 25:1 selanjutnya direaksikan dengan reagen arsenomolibdat
untuk melarutkan endapan Cu2O yang terbentuk dari hasil reduksi ion
Cu oleh senyawa gula pereduksi. Selanjutnya dibuat kurva larutan standar
glukosa dan kadar gula reduksi ditentukan berdasarkan OD larutan sampel yang
dibandingkan dengan kurva standar larutan glukosa.
ALAT DAN BAHAN
Alat :
Spektrofotometer UV-Vis Lambda 25 Perkin
Elmer
Tabung reaksi
Pipet volume
Rak tabung reaksi
Bahan Kimia :
1) Reagent Nelson A
12,5 gram Na-karbonat anhidrat ( Na2CO3
), 12,5 gram K-Na tartrat, 10 gram Natrium bikarbonat ( NaHCO3 ) dan
100 gram Na-sulfat (Na2SO4) dilarutkan dalam 350 ml
aquadest dan diencerkan sampai 500 ml.
2) Reagent Nelson B
7,5 gram CuSO4.5H2O
dilarutkan dalam 50 ml aquadest ditambahkan 1 tetes asam sulfat pekat.
3) Reagent Nelson C
Reagent Nelson C dibuat dengan cara
mencampur reagent Nelson A dan B dengan perbandingan 25 : 1. Pencampuran
dikerjakan pada setiap kali akan digunakan.
4) Regent Arsenomolybdat
25 gram ammonium molibdat dilarutkan dalam
450 ml aquadest dan ditambahkan 25 ml asam sulfat pekat ( larutan I )
3 gram Na2HAsO4.7H2O
dilarutkan dalam aquadest ( larutan II )
Tuangkan larutan II ke larutan I dan
simpan dalam botol coklat dengan suhu 370 C selama 24 jam.
PROSEDUR KERJA
Pembuatan kurva standar
a. Buatlah larutan standar glukosa dengan
konsentrasi 10 mg glukosa anhidrat / 100 ml.
b. Encerkan larutan standar glukosa dengan penambahan aquades seperti dalam tabel
:
Larutan
|
Tabung
|
Tabung
|
Tabung
|
Tabung
|
Tabung
|
Tabung
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
|
Standar (ml)
|
0
|
0.2
|
0.4
|
0.6
|
0.8
|
1.0
|
Aquadest ml
|
1.0
|
0.8
|
0.6
|
0.4
|
0.2
|
0
|
Kadar Gula (mg/100 ml)
|
0
|
2
|
4
|
6
|
8
|
10
|
c
Sebanyak 1ml reagent Nelson C
dimasukkan ke dalam masing-masing tabung dan dipanaskan dalam penangas air
mendidih selama 20 menit.
d
Semua tabung diambil dan
didinginkan segera bersama-sama di dalam gelas piala 1000 ml yang berisi air
dingin sampai suhu tabung mencapai 250 C.
e
Setelah dingin, reagent
arsenomolibdat ditambahkan dan dikocok sampai semua endapan Cu2O
yang berwarna merah bata larut.
f
Setelah semua endapan Cu2O
larut sempurna, ke dalam masing-masing tabung ditambahkan 7 ml aquadest dan
kocok sampai homogen.
g
Ukur
absorbansi larutan standar tersebut dengan menggunakan panjang gelombang 540 nm.
h
Buatlah
kurva kalibrasi yang menyatakan hubungan antara absorbasni Vs konsentrasi
larutan standar, hingga diperoleh persamaan regresi linier.
Penentuan Kadar gula
reduksi pada sample unknown
a
Larutan
sample dengan kisaran kadar gula sekitar 2 – 8 mg / 100 ml disiapkan. Perlu
diperhatikan bahwa larutan sample ini harus jernih dan tidak berwarna. Karena
itu bila dijumpai larutan sample yang keruh atau berwarna, perlu dilakukan
penjernihan terlebih dahulu dengan menggunakan bubur aluminium hidroksida atau Pb-asetat
dan selanjutnya kelebihan Pb direaksikan dengan garam oksalat hingga larutan
gula tersebut bebas dari Pb.
b
1ml
larutan sample yang jernih tersebut diambil dengan pipet ukur dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi yang bersih dan kering, kemudian ditambahkan 1 ml reagent
Nelson C.
c
Larutan
dipanaskan dalam penangas air yang didalamnya berisi air mendidih selama 20
menit.
d
Semua tabung diambil dan
didinginkan segera bersama-sama di dalam gelas piala yang berisi air dingin
sehingga suhu tabung mencapai 250 C.
e
Setelah dingin tambahkan 1 ml
pereaksi arsenomolibdat, kocok sampai endapan Cu2O larut dan
ditambahkan 7 ml aquadest kemudian kocok lagi sampai homogen.
f
Ukur absorbansi larutan sampel pada
panjang gelombang 540 nm dan tentukan konsentrasi gula pereduksi dengan kurva
kalibrasi yang telah dibuat sebelumnya.
DATA PENGAMATAN
Larutan
|
Absorbasni (A)
|
Panjang gelombang
|
Standar glukosa 0 mg/100mL
|
|
|
Standar glukosa 2 mg/100mL
|
|
|
Standar glukosa 4 mg/100mL
|
|
|
Standar glukosa 6 mg/100mL
|
|
|
Standar glukosa 8 mg/100mL
|
|
|
Standar glukosa 10 mg/100mL
|
|
|
Sampel
|
|
Persamaan regresi linier :
...........................................................
Konsentrasi gula pereduksi dalam sampel :
.............................. mg/100 mL
PRATIKUM V
PENGENALAN & KALIBRASI ALAT
SPEKTROFOTOMETER FOURIER TRANSFORM INFRA RED ( FTIR )
TUJUAN PERCOBAAN
1. Mahasiswa mampu memahami prinsip kerja spektrofotometer
FTIR.
2. Mahasiswa mengetahui tujuan kalibrasi alat
FTIR sebagai dasar untuk menjamin keakuratan pembacaan frekuensi /panjang
gelombang yang diukur atau dihasilkan.
TEORI SINGKAT
Spektrum Infra Merah
Anda mungkin tahu bahwa cahaya yang
bisa kita lihat itu terdiri dari gelombang elektromagnetik dengan frekwensi
yang berbeda-beda, setiap frekwensi tersebut bisa dilihat sebagai warna yang
berbeda. Radiasi Infra-merah juga merupakan gelombang dengan frekwensi yang
berkesinambungan, hanya saja mata kita tidak bisa melihat mereka.
Jika anda menyinari sebuah senyawa
organik dengan sinar infra-merah yang mempunyai frekwensi tertentu, anda akan
mendapatkan bahwa beberapa frekwensi tersebut diserap oleh senyawa tersebut.
Sebuah alat pendetektor yang diletakkan di sisi lain senyawa tersebut akan
menunjukkan bahwa beberapa frekwensi melewati senyawa tesebut tanpa diserap
sama sekali, tapi frekwensi lainnya banyak diserap. Berapa banyak frekwensi
tertentu yang melewati senyawa tersebut diukur sebagai persentasi transmitasi (percentage
transmittance).
Prinsip
kerja alat FTIR secara umum dapat digambarkan sebagai berikut: sampel di-scan,
yang berarti sinar infra-merah akan dilewatkan ke sampel. Gelombang yang
diteruskan oleh sampel akan ditangkap oleh detektor yang terhubung ke komputer
yang akan memberikan gambaran spektrum sampel yang diuji. Struktur kimia dan
bentuk ikatan molekul serta gugus fungsional tertentu sampel yang diuji menjadi
dasar bentuk spectrum yang akan diperoleh dari hasil analisa.
Kalibrasi
Salah satu
tujuan utama dari kalibrasi alat adalah untuk menjamin hasil analisa agar diperoleh
data dengan presisi dan akurasi yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi presisi
dan akurasi pengukuran dapat diakibatkan oleh kesalahan yang terjadi karena
berbagai penyebab. Menurut Miller & Miller (2001) tipe kesalahan dalam pengukuran
analitik dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Kesalahan
serius (Gross error)
Tipe
kesalahan ini sangat fatal, sehingga konsekuensinya pengukuran harus diulangi. Contoh
dari kesalahan ini adalah kontaminasi reagent yang digunakan, peralatan yang memang
rusak total, sampel yang terbuang, dan lain lain. Indikasi dari kesalahan ini cukup
jelas dari gambaran data yang sangat menyimpang, data tidak dapat memberikan pola
hasil yang jelas, tingkat reprodusibilitas yang sangat rendah dan lain lain.
2. Kesalahan
acak (Random error)
Golongan
kesalahan ini merupakan bentuk kesalahan yang menyebabkan hasil dari suatu
perulangan menjadi relatif berbeda satu sama lain, dimana hasil secara
individual berada di sekitar harga rata-rata. Kesalahan ini memberi efek pada
tingkat akurasi dan kemampuan dapat terulang (reprodusibilitas). Kesalahan ini
bersifat wajar dan tidak dapat dihindari, hanya bisa direduksi dengan
kehati-hatian dan konsentrasi dalam bekerja.
3. Kesalahan
sistematik (Systematic error)
Kesalaahn
sistematik merupakan jenis kesalahan yang menyebabkan semua hasil data salah
dengan suatu kemiripan. Hal ini dapat diatasi dengan:
a. Standarisasi
prosedur
b. Standarisasi
bahan
c. Kalibrasi instrumen
Dalam analisa spektroskopi FTIR terdapat
berbagai macam faktor yang memberikan kontribusi terhadap kesalahan pembacaan
panjang gelombang. Kesalahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi :
a
Kesalahan
linear : dimana besarnya pergeseran skala panjang gelombang semuanya konstan
b
Kesalahan
non linear : yaitu ketika terjadi kesalahan berjenjang
c
Kesalahan tidak menentu :
disebabkan oleh ketidakseragaman gerakan pengendali mekanik dari alat perekam
Cara paling sederhana untuk membuat kurva ini adalah dengan
menggunakan spectrum baku
pembanding. Spektrum yang biasa digunakan yaitu spectrum dari film plastic polistirena. Dengan mengetahui frekuensi
dari baku
pembanding maka dapat dibuat kurva kalibrasi yang merupakan grafik hubungan
antara panjang frekuensi dengan kesalahan frekuensi.
ALAT DAN BAHAN
Alat :
-
Spektrofotometer FTIR Spectrum
One Perkin Elmer
-
Lumpang agate dan alu
-
Sel KBr “sealed cell” 0,05 mm
-
Handy press
Bahan :
-
Film polistirena
-
Serbuk kering KBr
-
Parafin liquid
PROSEDUR KERJA
A. Kalibrasi
Spektrofotometer Infra Merah
1. Buat spectrum dari baku pembanding film
polistirena untuk kisaran panjang gelombang 4000 cm-1 sampai 650 cm-1
2.
Baca frekuensi dari
puncak-puncak yang diperoleh dan bandingkan dengan frekuensi table.
3.
Buat kurva kalibrasi antara
kesalahan frekuensi dengan frekuensi eksperimental
B. Pengukuran
Spektra Zat Cair Sukar Menguap
1. Teteskan 1 tetes paraffin liquid pada
permukaan sel KBr.
2. Tangkupkan sel yang satu lagi di atas sel
tersebut sehingga zat cair membentuk lapisan film kapiler
3.
Letakkan
sel pada “cell holder”
4.
Rekam spectrum dari paraffin
cair dengan resolusi 4 cm-1
5.
Identifikasi gugus fungsional
yang ada.
DATA PENGAMATAN
Gugus Fungsi
|
Frekuensi (cm-1)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Parafin cair (CnH2n+2)
= [~ CH2-CH2-CH2-CH2]-CH3
Gugus Fungsi
|
Frekuensi (cm-1)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
PRAKTIKUM VI
ANALISIS GUGUS FUNGSI PARASETAMOL
DENGAN SPEKTROFOTOMETRI FTIR
TUJUAN PERCOBAAN
- Mahasiswa memahami prinsip identifikasi senyawa organik melaui teknik
analisa FTIR.
- Mahasiswa mampu mengidentifikasi gugus fungsional senyawa organik dari
hasil analisa FTIR.
TEORI SINGKAT
Spektrofotometer infra
merah sangat penting dalam analisa kimia modern (meskipun bukan satu-satunya)
dalam bidang organik. Alat ini biasanya digunakan untuk mendeteksi gugus
fungsional, mengidentifikasi senyawa dan menganalisis campuran. Prinsip dari
analisa didasarkan pada besarnya frekwensi sinar
infra-merah yang diserap dengan tingkat
energi tertentu. Apabila frekwensi tertentu diserap ketika melewati sebuah
senyawa tersebut diselidiki, maka energi dari frekwensi tersebut akan ditransfer
ke senyawa tersebut. Energi pada radiasi infra-merah sebanding dengan energi
yang timbul pada getaran-getaran ikatan (energi vibrasi, translasi dan rotasi
molekul).
Karena setiap tipe ikatan yang berbeda
mempunyai sifat frekuensi vibrasi yang berbeda, dan karena tipe ikatan yang
sama dalam dua senyawa berbeda terletak dalam lingkungan yang sedikit berbeda,
maka tidak ada dua molekul yang berbeda strukturnya akan mempunyai bentuk
serapan inframerah (IR) atau spectrum inframerah (IR) yang tepat sama. Dengan
membandingkan spectra IR dari dua senyawa yang diperkirakan identik, maka
seseorang dapat menyatakan apakah kedua senyawa tersebut identik atau tidak.
Pelacakan tersebut lazim dikenal dengan bentuk “sidik jari” dari dua spectrum
inframerah (IR). Jika puncak spectrum IR dari kedua senyawa tepat sama maka
dalam banyak hal dua senyawa tersebut adalah identik.
Gambar 1. Penggunaan
alat FTIR untuk analisa senyawa organik..
Kebanyakan gugus seperti C-H, O-H, C=O,
dan C=N, mempunyai serapan IR yang hanya bergeser sedikit dari satu molekul ke
molekul lain. Berikut ini tabulasi beberapa gugus fungsi yang khas memiliki
serapan tertentu pada daerah inframerah (IR).
Tabel 1.
Beberapa Frekuensi Inframerah Gugus Fungsi
Gugus Fungsi
|
Panjang gelombang (mm)
|
Frekuensi (cm-1)
|
O-H Alkohol/fenol
bebas
Asam
|
2.74-2.79
3.70-4.00
|
3580-3650
2500-2700
|
NH Amina
primer, sekunder dan amida
|
6.10-6.45
|
3140-3320
|
CH
Alkana
Alkena
Alkuna
Aromatik
|
3.37-35.0
3.23-3.32
3.03
~3.30
|
2850-2960
3010-3095
3300
~3030
|
-CH2- Bengkokan
|
6.83
|
1465
|
-CH3 Bengkokan
|
6.90-7.27
|
1450-1375
|
CC
Alkuna
Alkena
Aromatik
|
4.42-4.76
5.95-6.16
~6.25
|
2190-2260
1620-1680
1475-1600
|
C=O Aldehid
Keton
Asam
Ester
Anhidrida
|
5.75-5.81
5.79-5.97
5.79-5.87
5.71-5.86’5.52-5.68
|
1720-1740
1675-1725
1700-1725
1720-1750
1760-1810
|
CN Nitrit
|
4.35-5.00
|
2000-3000
|
NO2 Nitro
|
6.06-6.67
|
1500-1650
|
ALAT DAN BAHAN
Alat :
-
Spektrofotometer FTIR Spectrum
One Perkin Elmer
-
Lumpang agate dan alu
-
Sel NaCl atau KBr, “Sealed
Cell” 0,05 mm
-
Handy Press
Bahan :
-
Serbuk KBr kering
-
Paracetamol
-
Aseton
PROSEDUR KERJA
Preparasi Sampel dengan Teknik Cakram KBr
1.
Gerus dan campur 0,5 – 1.0
mgram parasetamol dengan 100 – 200 mgram serbuk KBr kering dengan lumping agate
atau “vibrating ball mill” hingga
benar-benar homogen
2. Masukkan campuran tersebut ke dalam
pencetak khusus menggunakan spatula mikro
3. Hubungkan pencetak dengan handy press.
4. Lepaskan tongkang handy press lalu
keluarkan cakram KBr
5. Masukkan cakram ke dalam KBr disc holder kemudian rekam spectrum dari
parasetamol pada range frekuensi 4000 – 500 cm-1
Identifikasi Gugus Fungsi
1. Dari
spektrum IR yang dihasilkan, tentukan gugus fungsi yang terdapat pada senyawa
parasetamol dengan melihat pola serapan yang dihasilkan dan membandingkan harga
frekuensi yang diperoleh dengan data yang ada di table.
2. Interpretasikan data tersebut secara hati-hati
dan terintegrasi hingga area sidik jari. (Jika perlu, pilih menu data interpertation
yang ada di dalam software untuk memudahkan interpretasi data).
DATA PENGAMATAN
Struktur Parasetamol (acetaminophen)
& Kafein :
Parasetamol Kafein
Gugus Fungsi
|
Bilangan Gelombang
(cm-1)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
PRAKTIKUM VII
PENETAPAN KADAR ION LOGAM DENGAN
ATOMIC ABSORBTION SPECTROPHOTOMETRY (AAS)
TUJUAN PERCOBAAN
- Mahasiswa memahami prinsip-prinsip dasar analisa logam dengan Spektroskopi
Serapan Atom (AAS)
- Mahasiswa mampu menentukan kadar ion Ca dalam
sampel air minum.
- Mahasiswa mampu menentukan kadar Fe dari
sayuran dengan teknik destruksi basah.
DASAR TEORI
Spektroskopi
serapan atom dipergunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan keberadaan ion
logam baik secara kualitatif maupun kuantitatif dalam semua jenis materi dan
larutan. Pengukuran dalam spektroskopi serapan atom berdasarkan radiasi yang
diserap oleh atom yang tidak tereksitasi dalam bentuk uap.
Teknik serapan
biasanya disertai pemasukan suatu larutan sample dalam bentuk aerosol dalam
nyala. Evaporasi pelarut dan penguapan garam terjadi terlebih dahulu untuk
mendisosiasi garam ke dalam atom-atom gas yang bebas. Pada suhu udara asetilen
( kurang lebih 23000 C ) atom dari sejumlah banyak unsur berada
dalam keadaan dasar. Jika seberkas energi radiasi yang terdiri dari spectrum emisi
untuk unsur tertentu yang akan ditentukan dilewatkan melalui nyala ini,
sejumlah atom dalam keadaan dasar akan menyerap energi dari panjang gelombang
yang karakteristik (garis resonansi) dan mencapai keadaan energi yang lebih
tinggi.
Sejumlah energi
radiasi yang diserap sebagai fungsi konsentrasi unsur dalam nyala merupakan
dasar spektroskopi serapan atom. Untuk beberapa unsur seperti logam alkali Na
dan K, nyala udara asetilen cukup panas tidak hanya menghasilkan atom-atom
dalam keadaan dasar tetapi juga menaikkan jumlah atom ke keadaan elektronik
tereksitasi. Energi radiasi dipancarkan (diemisikan) jika atom-atom kembali ke
keadaan dasar yang sebanding dengan konsentrasi dan merupakan dasar
spektroskopi emisi nyala. Suatu sample pertama-tama harus dilarutkan, proses
pelarutan dikenal dengan istilah destruksi yang bertujuan untuk membuat unsur
logam menjadi ion logam yang bebas. Terdapat 2 cara destruksi yaitu:
1)
Destruksi basah : sample
ditambahkan asam-asam oksidator, jika perlu dilakukan dengan pemanasan.
2)
Destruksi kering : sample
langsung dipanaskan untuk diabukan.
Hasil destruksi baik secara basah maupun
kering kemudian dilarutkan. Larutan sample dimasukkan ka dalam nyala dalam
bentuk aerosol yang selanjutnya akan membentuk atom-atomnya. Serapan akan
terjadi dari radiasi suatu sinar yang sesuai dengan atom yang ditentukan.
Pancaran
atau emisi energi radiasi dan emisi nyala atau energi radiasi lampu eksternal
yang tidak bisa hilang oleh serapan atom akan di dispersi oleh monokromator dan
dideteksi oleh foto multifier, dirumuskan oleh persamaan Boltzman sebagai
berikut :
.....................................................................................*)
K =
tetapan Boltzman
T = suhu
nyala dalam Kelvin
Ej = perbedaan energi dalam energi dari tingkat
tereksitasi dasar
Nj = jumlah atom pada tingkat tereksitasi
No = jumlah atom dalam tingkat dasar
Pj dan Po = factor statistic yang ditentukan oleh jumlah tingkat yang
mempunyai
energi yang sama dari atom yang tereksitasi dan pada tingkat dasar.
Persamaan
di atas memberikan informasi bahwa dengan atomisasi dan suhu maka terdapat 2
kemungkinan yaitu keadaan tereksitasi dan keadaan dasar. Pada analisis
spektroskopi serapan atom ini banyak digunakan untuk analisis atom-atom dari
golongan alkali dan alkali tanah hal ini karena kemudahan dari atom-atom
tersebut tereksitasi. Pada dasarnya jika diringkas, bila suatu larutan yang
mengandung senyawa yang cocok dari logam yang akan diselidiki itu dihembus ke
dalam nyala, terjadi peristiwa berikut secara berurutan dengan cepat yaitu :
a)
Pengisatan pelarut yang
meninggalkan residu padat
b)
Penguapan zat padat dengan
disosiasi menjadi atom-atom penyusunnya, yang mula-mula akan berada dalam
keadaan dasar
c)
Beberapa atom dapat tereksitasi
oleh energi termal (dari) nyala ke tingkatan-tingkatan energi yang lebih tinggi
dan mencapai kondisi dimana mereka akan memancarkan energi.
Maka spectrum yang dihasilkan terdiri dari garis-garis yang berasal
dari atom ion yang tereksitasi.
ALAT DAN BAHAN
Alat :
a
Spektrofotometer
Serapan Atom AAnalyst 700 Perkin Elmer
b
Labu ukur 50 ml
c
Erlenmeyer 100 ml
d
Beaker glass
e
Pipet
ukur, pipet tetes dan pipet volume
f
Batang pengaduk
g
Pisau
h
Neraca analitik
i
Hot plate
Bahan :
a
HNO3 pekat
b
HClO4 pekat
c
Sampel ( daun singkong, daun
papaya dan lain sebagainya )
d
Larutan baku dalam 250 ml ( Fe 1000 ppm dan Cu 1000
ppm )
PROSEDUR KERJA
A.Teknik destruksi basah
1) Ditimbang kurang lebih 1 gram sample,
dipotong-potong halus kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml
2) Ditambahkan 10 ml HNO3 pekat
kemudian dikocok dengan hati-hati
3)
Ditambahkan 3 ml HClO4
60% dan dikocok
4)
Dipanaskan di atas hot plate
(dalam ruang asam) perlahan-lahan hingga asap tidak ada lagi kemudian
didinginkan, filtrate disaring dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml ditambahkan
aquadest dan ditera.
5)
Dibuat juga larutan blanko
B. Penyiapan larutan standar
1)
Untuk Fe dibuat 0,5; 1; 2; 4; 5
ppm
2)
Untuk Ca dibuat 2, 4, 6, 8, 10 ppm
Operasional AAS AAnalyst 700 Perkin Elmer dengan teknik flame
1. Nyalakan
alat, tunggu hingga inisialisasi selesai
2. Nyalakan
computer, masuk ke AA Winlab32
3. Pastikan
memilih teknik flame, jika tidak maka
pilih Toolbar, Technique lalu pilih FLAME.
4. Buat method dengan cara :
a. Pada menu File klik New –
Method
b. Tentukan
- Unsur yang akan dianalisa (Kolom Element)
- Kilik Recommended Value
- Buat nama pada kolom New Method Name, OK
c. Tentukan nilai-nilai
parameter yang akan diperlukan untuk menganalisis
d. Simpan metode dengan cara
klik File lalu Save As – Method lalu tekan OK
5. Membuat Sample Information
File
a. Klik File lalu New – Sampel Information File
atau pada Toolbar pilih Sampel Information File
b. Masukkan data-data mengenai sample yang akan
dianalisa
c. Simpan dengan cara klik File lalu Save As –
Sampel Information File lalu klik OK
6. Pasang dan atur lampu
a. Pasang lampu pada tempatnya
b. Pada Toolbar pilih Lamp alat akan mengatur
sendiri. Untuk lampu tak berkode maka perlu dimasukkan unsur yang ada pada
lampu, type dari lampunya HCL atau EDL
c. Pada kolom Set Up tekan lampu yang mengandung
unsur yang akan diperiksa
7. Optimasi burner
a. Pilih burner head yang diperlukan untuk
analisis
b. Nyalakan vent
c. Siapkan larutan standar yang memerlukan api
pengoksidasi (blue) dari nyala api udara/Acetylen dan memilki serapan cahaya
diatas 250 nm (Ag, Cu, Mn, Pb)
d. Siapkan larutan blank. Pergunakan pereaksi
yang diperlukan untuk menyiapkan larutan standar, biasanya aquadeat atau
aquabidest atau 1% v/v HNO3 dalam air
e. Nyalakan api dengan cara pada Toolbar klik
Flame, tentukan nilai udara dan Acetylen yang dibutuhkan sesuai Recommended
Condition kemudian klik Flame ON/OFF
f. Pada menu Tool, klik Continous Graphics dan
Continous Graphics Window akan muncul
g. Masukkan larutan blanko klik Autozero
h. Masukkan larutan standar
i. Optimasi burner. Jika menggunakan burner
yang bermotor maka pergunakan Window Atomizer Position, jika tidak maka
menggunakan manual untuk mendapatkan pembacaan absorbansi yang tertinggi.
j. Optimasi Nebulizer, dengan cara : Pada
Nebulizer, longgarkan cincin penguncinya secara perlahan lalu kembnalikan
regulator searah jarum jam. Pembacaan absorbansi akan meningkat secara maksimum
lalu berkurang atur regulator sampai pembacaan maksimum. Kencangkan kembali
cincin pengunci Nebulizer
k. Optimasi aliran gas, dengan
menambahkan atau mengurangi aliran udara atau Acetylen
l. Optimasi ulang posisi burner seperti pada
langkah i.
8. Hitung Characteristic
Concentration
a. Biarkan
lampu menyala selama 10 menit untuk Warm Up
b. Buat
atau buka method yang akan dipergunakan untuk analisis
c. Pada
Method Editor, pada halaman Calib-Equation, Unit, Replicate, pada kolom
Replicate pilih 5
d. Pada
Toolbar, klik Manual/Auto dan Result
e. Pada
Window Automated Analysis, pada halaman Setup di kolom Autosampler Locations
masukkan lokasi sample tray dari blank dan standar
f. Pada
Window Manual Analysis klik Analyze Sample demikian pula jika menggunakan
autosampler pada Window Automated Analysis, pada halaman Analyze, klik pada
Analyze Sample
g. Setelah
analisis selesai, pada menu Analyze, klik Characteristic Cone.,
h. Masukkan
:
-
Nilai konsentrasi larutan standar kemudian tekan Tab
-
Nilai hasil pembacaan blank dan standar yang ada pada Result
i. Tekan
Tab, system akan menghitung secara otomatis Characteristic Concentration
j. Jika
akan dicetak hasilnya, maka klik Print Data. Hasil perhitungan harus didalam
rentang 20% jika tidak pastikan larutan yang dipergunakan tepat pada
persiapannya atau optimasi ulang burnernya
9. Menganalisa
blank, standard an blanko
Menganalisa seluruh larutan dengan
Autosampler
Pada Window Automated Analysis klik
Analyze All
Menganalisa standar kemudian sample
a. Pada Window Automated Analysis klik Calibrate
b. Jika
telai sesuai, analisa sample dengan cara pada Window Automated Analysis klik
Analyze Sample
Menghentikan Analisis
a. Pada Window Automated Analysis
atau Manual Analysis, klik tombol yang dipergunakan untuk memulai analisis
seperti Analyze Blank, Calibrate atau Analyze Sample. Kemudian dialog Stopping
an Analytical akan muncul
b. Pergunakan dialog ini untuk
memberitahu system secara tepat larutan mana yang akan dianalisa sebelum
berhenti. Atau klik pada Cancel untuk melanjutkan kembali analisis
10. Mematikan
system
a. Dengan nyala yang masih ada,
serap larutan pencuci yang benar kurang lebih 5 menit
b. Pada Window Flame Control, klik icon Flame
ON/OFF. Tutup aliran gas ke spectrometer, klik Bleed Gases dan tunggu sekitar
10 menit setelah mematikan api
c. Keluar dari AAwinlab, dengan cara pada menu
File klik Exit
d. Matikan spectrometer dan aksesorinya
e. Buang sisa analisa pada wadah pembuangan
Menggunakan Autosampler untuk mencuci system Flame
a. Pada Window Automated Analysis klik Load Tray
b. Tempatkan wadah dengan larutan pencuci yang
pertama pada tempat pencucian
c. Pada Window Automated Analysis klik Select
Location klik Go to Wash
lalu OK
d. Setelah 5 menit klik Probe Up/Down
e. Tempatkan wadah dengan pencuci yang
berikutnya pada tempat pencucian
f. Klik Probe Up/Down
g. Ulangi langkah a – f untuk seluruh larutan
pencuci
h. Matikan
api dan bleed aliran gasnya.
DATA PENGAMATAN
Pembuatan kurva kalibrasi :
Larutan standar Ca (ppm)
|
Absorbansi
|
2,00
|
|
4,00
|
|
6,00
|
|
8,00
|
|
10,00
|
|
Konsentrasi Ca dalam sampel
|
|
Larutan standar Fe (ppm)
|
Absorbansi
|
0,50
|
|
1,00
|
|
2,00
|
|
4,00
|
|
5,00
|
|
Konsentrasi Fe dalam sampel
|
|
PRAKTIKUM VIII
ANALISA KOMPOSISI ASAM LEMAK DALAM VCO
DENGAN GCMS
TUJUAN PERCOBAAN
1. Mahasiswa mampu memahami prinsip-prinsip dasar
analisa sampel dengan GCMS.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali dan
melaporkan hasil percobaan secara ringkas, sistematis dan akurat.
3. Mahasiswa mampu menentukan komposisi asam
lemak dalam sampel VCO dengan teknik analisa GCMS.
TEORI SINGKAT
Kromatografi Gas adalah metode analisis, dimana
sample terpisahkan secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul yang lebih kecil
(hasil pemisahan dapat dilihat berupa Kromatogram). Sedangkan Spektroskopi
Massa adalah metode analisis, dimana sample yang dianalisis akan diubah menjadi
ion-ion gas-nya, dan massa dari ion-ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil
deteksi berupa Spektrum Massa).
Pada GC hanya terjadi pemisahan untuk mendapatkan
komponen yang diinginkan, sedangkan bila dilengkapi dengan MS (berfungsi
sebagai detector) akan dapat mengidentifikasi komponen tersebut, karena bisa membaca Spectrum Bobot Molekul pada
suatu komponen, karena dilengkapi dengan LIBRARY (reference) yang ada pada
software.
Secara intrumentasi, MS adalah detektor bagi GC :
|
Gambar 3. Spektrum yang dihasilkan GCMS
Keterangan :
Kurva dengan
warna garis hitam adalah kromatogram. Dan garis-garis berwarna merah adalah
spectrum massa.
Sample-sample yang dapat dianalisis dengan
menggunakan GCMS, harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya:
·
Dapat
diuapkan hingga suhu ~400oC;
·
Secara
termal stabil (tidak terdekomposisi pada suhu ~400oC);
·
Sample-sample
lainnya dapat dianalisis setelah melalui tahapan preparasi yang khusus.
Proses Pemisahan pada GC
Pemisahan
komponen senyawa dalam GC terjadi didalam kolom (kapiler) dengan melibatkan dua
fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam adalah zat yang ada didalam
kolom, sedangkan fase gerak adalah gas pembawa (Helium ataupun Hidrogen dengan
kemurnian tinggi, yaitu ± 99,995%).
Proses
pemisahan dapat terjadi karena terdapat perbedaan kecepatan alir dari tiap
molekul didalam kolom. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan
afinitas antar molekul dengan fase diam yang ada didalam kolom.
Instrumentasi GCMS
Bagian-bagian dari instrumen Kromatografi
Gas adalah sebagai berikut:
·
Pengatur aliran gas (Gas
Flow Controller);
·
Tempat injeksi sample (Injector);
·
Kolom (tempat terjadinya
pemisahan);
·
Lalu dihubungkan pada interface
(fungsi interface adalah sebagai penghubung antara GC dan MS).
Sedangkan bagian-bagian dari Spektrometer
Massa adalah sebagai berikut:
·
Tempat
masuk sample (melalui interface);
·
Sumber ion (Ion Source);
·
Pompa vakum (Vacuum Pump);
·
Penganalisis Massa (Mass
Analyzer);
·
Detektor (Electron Multiplier
Detector).
Setelah data
tedeteksi, lalu data dikirimkan ke Sistem Pengolah Data (pada Personal
Computer) untuk diolah sesuai dengan tujuan analisis.
|
Gambar 4. Bagian-bagian Instrumen
GCMS QP2010
Pengaturan temperature kolom pemisahan
sangat penting karena pemisahan komponen sangat dipengaruhi oleh kenaikan
temperature dan laju alir gas pembawa. Kromatografi gas spektroskopi massa dapat
digunakan untuk analisis kualitatif dan analisis kuantitatif dengan cara
membandingkan kromatogram sample dengan baku pembanding (standar) berdasarkan waktu retensi (waktu tambat).
Alat :
-
GCMS Shimadzu 2010
-
Column : RTx1-MS
Bahan :
-
Metanol p.a
-
Sampel VCO
-
N-heksan
-
BF3 dalam metanol
PROSEDUR KERJA
A. Petunjuk Pemakaian GCMS
Shimadzu 2010
- Buka kran gas Helium
- Tekan tombol power GCMS Shimadzu 2010
- Nyalakan computer dan proses pemvakuman, perhatikan hingga
autovakum selesai
- Pada menu Real Time Analisis kik metode file. Bila ingin
memanggil metode lama klik open lalu pilih metode yang diinginkan. Bila
ingin membuat metode baru klik new lalu isi sample login dan tentukan
temperature program, kolom oven, suhu injeksi, split ratio lalu OK dan
tunggu hingga kondisi temperature tercapai dan siap analisis ( ready,
berwarna hijau ).
Kondisi pemisahan :
Fase gerak
|
Helium (99,9%)
|
Suhu kolom
|
800 C
|
Suhu Injektor
|
2300 C
|
Suhu Detektor
|
2500 C
|
Control mode
|
split
|
|
1 : 100
|
Total flow
|
5 mL/menit
|
Pressure
|
75 Psi
|
Volume injeksi
|
1 uL
|
B. Preparasi Sampel
(Esterifikasi)
1.
Sebanyak + 2 mL sampel
VCO dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan direaksikan dengan 4 mL BF3 dalam metanol.
2.
Kocok dan dipanaskan selama +
15 menit. Diamkan sampai terbentuk 2 lapisan.
3.
Lapisan atas dipisahkan dengan
sentrifugasi dan murnikan lebih lanjut dengan menambahkan Na2SO4
untuk menghilangkan kadar airnya. Hasil esterifikasi selanjutnya dimasukkan ke
dalam vial untuk dianalisa dengan alat GCMS.
C. Analisa komposisi asam lemak dengan GCMS
1. Sebanyak 1 mL sampel VCO yang telah diesterifikasi
diinjeksikan ke dalam kolom GC dengan menggunakan metode autosampler.
2. Pemisahan dilakukan dalam kolom RTx1-MS
Restech, 30 m x
0.25 mm ID, 0.25 µm, dengan fase diam Polymethyl xiloxan, suhu injektor 230oC, suhu kolom 70oC
dan dinaikan sampai 300oC dengan kenaikan 10oC/menit,
laju alir 1,15 mL/menit.
3. Detektor MS yang digunakan
adalah Electron Multifier Detector
(EMD) 70 MeV.
4. Hasil analisa berupa spektrum
massa dibandingkan dengan library WILLEY147 & NIST47 yang terdapat pada
software GCMS postrun anlysis untuk
mengetahui komposisi asam lemak yang terdapat pada sampel.
DATA PENGAMATAN
Komposisi asam lemak VCO
Jenis asam lemak
|
Rumus Molekul
|
% komposisi
|
Similarity
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
PRAKTIKUM XII
PENETAPAN KADAR KAFEIN
DALAM MINUMAN ENERGI DENGAN HPLC
TUJUAN PERCOBAAN
1. Mahasiswa mengetahui prinsip dasar analisa
sampel dengan alat HPLC
2. Mahasiswa mampu menentukan kadar kafein
dari suatu sampel.
TEORI SINGKAT
HPLC adalah alat yang sangat bermanfaat dalam
analisis. Sebenarnya alat ini merupakan perkembangan tingkat tinggi dari
kromatografi kolom. Selain dari pelarut yang menetes melalui kolom di bawah
grafitasi, didukung melalui tekanan tinggi sampai dengan 4000 atm.
HPLC memperbolehkan penggunaan partikel yang
berukuran sangat kecil untuk material terpadatkan dalam kolom yang mana akan
memberi luas permukaan yang lebih besar berinteraksi antara fase diam dan
molekul-molekul yang melintasinya. Hal ini memungkinkan pemisahan yang lebih
baik dari komponen-komponen dalam campuran.
Melalui metode HPLC dimungkinkan analisa
campuran dalam jumlah kecil dalam waktu yang cepat, keunggulannya bila
dibandingkan dengan kromatografi gas antar lain, dengan teknik ini dapat
dilakukan analisis campuran zat yang bersifat termolabil dan kemungkinan
pemisahan diperluas dengan memvariasikan komposisi fasa gerak ( solvent
programming ) disamping kecepatan aliran, suhu dan jenis fasa diam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada analisis dengan HPLC antara
lain :
Kolom harus dijaga jangan terkontaminasi dengan sisa-sisa sample maupun
pelarut yang digunakan sebelumnya. Setiap percobaan selesai kolom harus dicuci
dengan air-metanol, asetonitril-air, atau isopropanol 10 % selama kurang lebih
15 menit.
Pelarut harus jernih dan bebas udara, aerasi dapat dilakukan dengan
mengaliri gas He atau menggunakan vacuum
degasser.
Metode HPLC dapat
digunakan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif. Untuk analisa kualitatif dengan membandingkan
kromatogram sample dengan kromatogram baku pembanding berdasarkan waktu
retensinya. Sedangkan untuk analisa kuantitatif dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan :
Cx = Ax / Ap X Cp
Keterangan :
A = Peak area = Luas puncak
C = Konsentrasi
X = sample
P = Pembanding
Atau dapat pula ditentukan dengan
menggunakan kurva kalibrasi larutan standar.
ALAT DAN BAHAN
Alat :
a) HPLC Series 200 dengan detector UV 254 nm
Perkin Elmer
b)
Kolom : C18 (non polar)
c)
Syringe
d)
Pipet volume 10 ml
e)
Labu ukur 50 ml
Bahan :
a)
Kafein
b)
Minuman berenergi
c)
Methanol p.a
d)
Asetonitril
e)
Aquabidest
PROSEDUR KERJA
A. Pembuatan Larutan Baku Kafein
2) Lakukan aerasi terhadap larutan 1 dengan ultrasonic
bath selama 15 menit.
3) Encerkan dengan methanol 30% sampai garis
tanda, kemudian saring ( Larutan Stock A )
4) Pipet 10 ml ( Larutan Standar A ),
masukkan ke dalam labu ukur 50 ml, encerkan dengan pelarut methanol 30% sampai
garis tanda.
5) Pipet 5
mL ( Larutan Standar B ), masukkan ke dalam labu ukur 50 ml, encerkan
dengan pelarut methanol 30% sampai garis tanda.
6) Ambil masing-masing 1 mL larutan standar A
dan B, masukkan ke dalm vial dan injeksikan sebanyak 10 mL
ke dalam kolom HPLC. Tentukan komposisi fase gerak yakni 70% metanol : 28% air
dan 2% asetonitril serta laju alir 1 mL/menit dan panjang gelombang detektor
254 nm.
7) Tentukan berapa persen area untuk kedua
larutan standar dan buatlah kurva kalibrasi untuk kedua larutan standar
tersebut.
B. Larutan Sampel
1)
Ambil sebanyak 5 mL larutan
sampel, masukan kedalam labu ukur 10 mL, encerkan dengan metanol 30% sampai
garis tanda. Kemudian aerasikan selama 15 menit
2) Pipet 1 ml larutan sampel, masukan ke
dalam vial dan lakukan pemisahan dengan parameter yang sama seperti pada
larutan standar.
3) Tentukan kadar kafein dalam sampel.
DATA PENGAMATAN
Catat hal-hal penting dan data pengamatan anda
pada lembaran tersendiri dan dibuat rangkap.
DAFTAR PUSTAKA
-
R.A. Day, JR and Underwood, 1986, Analisis
Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta .
-
Pavia L. Donald, et al. 1995, Introduction to Organic Laboratory
Techniques, Saunders College ,
USA .
-
Adnan, Mochamad, 1997, Teknik Kromatografi
untuk Analisis Bahan Makanan, ANDI, Yogyakarta.
-
Skoog, D.A. 1996. Fundamental
of Analytical Chemistry, &nd ed. Sauders College Publishing.
-
Willerd, H.H.
et al. 1988. Instrumental Methods of Analysis, Wadsworth .
1 komentar:
Assalamu'alaikum... Modul praktikum yg anda susun sangat lengkap,,boleh sy minta d kirimkan softcopy nya via email??
Posting Komentar