4. Metode Takhrij Al-Hadits
Mencari sebuah hadits tidaklah sama dan semudah mencari ayat al-Qur'an. Untuk mencari ayat al-Qur'an cukup dengan sebuah kamus seperti al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur'an al-Karim dan sebuah mushaf al-Qur'an. Sedangkan hadits, karena ia terhimpun dalam banyak kitab, diperlukkan waktu yang lebih lama untuk menelusurinya sampai sumber asalnya. Meskipun begitu, para ulama hadits telah menulis kitab-kitab yang dapat membantu seorang peneliti hadits dalam rangka kegiatan takhrij. Tetapi, hanya sedikit yang sampai kepada kita. Kitab-kitab yang dapat dijumpai hanyalah merupakan alat bantu, seperti al-Jami' al-Shaghir, al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadz al-Hadits al-Nabawi, Miftah Kunuz al-Sunnah, kitab-kitab al-Athraf, dan lain-lainnya.
Ada beberapa metode yang digunakan oleh para ulama dalam mentakhrij suatu hadits, di antara metode tersebut adalah Al-Naql atau Al-Akhdzu, Tashhih dan I’tibar. Berikut adalah penjelasannya :
1. Takhrij An-Naql atau Akhdzu.
Takhrij dengan metode seperti ini adalah dengan cara penelusuran, penukilan dan pengambilan hadits dari beberapa kitab/diwan hadits (mashadir al-asliyah), sehingga dapat teridentifikasi hadits-hadits tertentu yang dikehendaki lengkap dengan rawi dan sanadnya masing-masing. Berbagai cara pentakhrijan dalam arti naql telah banyak diperkenalkan oleh para ahli hadits, diantaranya yang dikemukakan oleh Mahmud al-Thahhan yg menyebutkan lima tekhnik dalam menggunakan metode takhrij sebagai al-Naql sebagai berikut :
a. Takhrij dengan mengetahui nama shahabat Nabi sebagai perawi hadits pertama.
b. Takhrij dengan mengetahui lafadz awal suatu teks (matan) hadits.
c. Takhrij dengan cara mengetahui lafazh matan hadits yang kurang dikenal dan menjadi karakter khusus hadits tersebut.
d. Takhrij dengan mengetahui tema atau pokok bahasan hadits.
e. Takhrij dengan mengetahui matan dan sanad hadits.[1]
Kelima metode ini dapat digunakan secara mandiri ataupun secara bersama-sama, tentunya pemilihan metode takhrij akan disesuaikan dengan riwayat yang akan ditakhrij. Berikut adalah penjelasannya :
a. . Al-Takhrij ‘an thariiqi ma’rifati raawi al-hadits min al-sahaabati (Takhrij dengan mengetahui nama shahabat Nabi sebagai perawi hadits pertama).
Metode ini digunakan apabila nama shahabat Nabi yang menjadi rawi pertama itu tercantum pada hadits yang akan ditakhrij. Apabila nama shahabat tersebut tidak tercantum dalam hadits itu dan tidak dapat diusahakan untuk mengetahuinya, maka sudah barang tentu metode ini tidak dapat dipakai. Apabila nama shahabat tercantum pada hadits tersebut, atau tidak tercantum tetapi dapat diketahui dengan cara tertentu, maka dalam mencarinya menggunakan tiga macam kitab, yaitu :
(1.) Kitab-kitab Musnad
(2.) Kitab-kitab Mu’jam
(3.) Kitab-kitab Athraf.
Penelusuran nama shahabat Nabi yang meriwayatkan tertulis dalam kitab-kitab tersebut sesuai dengan karakteristik jenis kitab masing-masing. Jumlah kitab musnad, mu’jam dan athraf yang cukup banyak sangat memungkinkan bagi pentakhrij untuk menemukan sebuah riwayat yang dibawakan oleh seorang shahabat Nabi Muhammad shalallahu Alaihi wasalam.
Kitab-kitab Masanid/Musnad adalah kitab-kitab yang disusun berdasarkan nama shahabat, atau hadits-hadits para shahabat yang dikumpulkan secara tersendiri. Dengan mengetahui satu nama shahabat nabi yang meriwayatkan maka dapat kita telusuri dalam kitab musnad riwayat tersebut serta riwayat lainnya yang dibawakan oleh shahabat nabi tersebut. Kitab-kitab Musnad yang ditulis oleh para ahli hadits itu sangatlah banyak, sebagian diantaranya adalah :
1) Al-Musnad oleh Imam Ahmad bin Hambal ( 164 - 241 H).
2) Al-Musnad Abu Baqr Sulaiman ibn Dawud al-Thayalisi.
3) Al-Musnadul Kabir oleh Imam Baqi bin Makhlad al-Qurthubi (wafat 276 H).
4) Al-Musnad oleh Imam Ishak bin Rawahaih (wafat 237 H).
5) Al-Musnad oleh Imam Ubaidillah bin Musa (wafat 213 H).
6) Al-Musnad oleh Abdibni ibn Humaid (wafat 249 H).
7) Al-Musnad oleh Imam Abu Ya'la (wafat 307 H).
8) Al-Musnad oleh Imam Ibn. Abi Usamah al-Harits ibn Muhammad at-Tamimi (282 H ).
9) Al-Musnad oleh Imam Ibnu Abi Ashim Ahmad bin Amr asy-Syaibani ( wafat 287 H ).
10) Al-Musnad oleh Imam Ibnu Abi'amrin Muhammad bin Yahya Aladani ( wafat 243 H ).
11) Al-Musnad oleh Imam Ibrahim bin al-Askari ( wafat 282 H ).
12) Al-Musnad oleh Imam bin Ahmad bin Syu'aib an-Nasai ( wafat 303 H ).
13) Al-Musnad oleh Imam Ibrahim bin Ismail at-Tusi al-Anbari ( wafat 280 H ).
14) Al-Musnad oleh Imam Musaddad bin Musarhadin ( wafat 228 ).
15) Al-Musnad oleh Imam Ibnu Jami Muhammad bin Ahmad ( wafat 402 H ).
16) Al-Musnad oleh Imam Muhammad bin Ishaq ( wafat 313 H ).
17) Al-Musnad oleh Imam Hawarizni ( wafat 425 H ).
18) Al-Musnad oleh Imam Ibnu Natsir ar-Razi ( wafat 385 H ).
Selain kitab-kitab musnad tersebut ada beberapa kitab musnad lainnya yang menuliskan seluruh hadits nabi sesuai dengan urutan perawinya, dimuali dari para shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan seterusnya.
Kitab Al-Ma’aajim /Mu’jam adalah kitab yang ditulis menurut nama-nama shahabat, guru, negeri atau yang lainnya, nama-nama tersebut diurutkan secara alfabetis. Sehingga memudahkan bagi para pentakhrij hadits untuk mencari sebuah riwayat yang dibawakan oleh para perawi awal tersebut beserta dengan informasi tentanngnya. Di antara contoh Kitab-kitab ma’ajim adalah :
a. Al-Mu'jam Al-Kabir Oleh At-Tabrani (W 320 H) tersusun berdasar musnad sahabat, mencakup 60.000 hadits.
b. Al-Mu'jam Al-Ausath, yang tersusun berdasar pada nama-nama para syaikh dari pengarangnya. Ada kurang lebih 1.000 orang dan 30,000 hadits.
c. Al-Mu'jam As-Saghir, menncakup dari apa yang disandarkan pada 1.000 syaikhnya.
d. Mu'jam sahabat, oleh Al-Hamdani ( W 398 H ).
e. Mu'jam sahabat, oleh Abu Ya'la Al-Mausuli ( W 307 H ).
Kitab-kitab mu’jam ini menjadi tempat untuk mencari seorang periwayat hadits yang telah membawakan sebuah riwayat dari Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam.
Kitab Athraf[2]adalah kitab yang penyusunannya hanya menyebutkan sebagian matan hadits yang menunjukan keseluruhannya. Kemudian sanad-sanadnya, baik secara keseluruhan atau dinisbatkan pada kitab-kitab tertentu. Kitab ini biasanya mengikuti musnad shahabat. Penggunaan kitab-kitab athraf ini akan lebih efektif jika pentahkrij mengetahui potongan dari sebuah riwayat yang akan ditakhrijnya. Hal ini sisebabkan kitab-kitab tersebut hanya memuat potongan dari suatu riwayat hadits saja. Adapun Kitab-kitab Athraf yang bisa digunakan diantaranya adalah :
1) Atraf Sahihain, oleh Ad-Dimsyiqi ( W 4001 H)
2) Atraf Sahihain, oleh Al-Washiti ( W 4001 H)
3) Al-Asyraf 'Ala Ma'rifat Asyraf, oleh Ibnu Asakir ( W 571 H )
4) Tuhfatul Asyraf, oleh Al-Mazi ( W 742 H )
5) Ittihadz Mahrah Bi Atraf Al-Asyrah, oleh Ibnu Hajar ( W 852 H )
6) Atraf Masanid Al-Asyrah, oleh Al-Bushairi ( W 840 H )
7) Dakhoir Al-Mawarits, oleh An-Nablusi ( W 1143 H )
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa kitab-kitab athraf membantu bagi pentakhrij hadits mencarai suatu riwayat yang hanya diketahui sebagian isinya saja. Maka kitab-kitab ini memiliki manfaat yang sangat besar bagi proses takhrij. Secara rinci manfaat dari kitab-kitab Athraf tersebut adalah :
1) Menerangkan berbagai sanad secara keseluruhan dalam satu tempat, dengan demikian dapat diketahui apakah hadits itu gharib, aziz, atau masyhur.
2) Memberitahu perihal siapa saja yg di antara para penyusun kitab-kitab hadits yg meriwayatkan dan dalam bab apa saja mereka mencantumkannya.
3) Memberitakan tentang berapa jumlah dalam kitab-kitab yg dibuat athrafnya.
Dalam kitab-kitab Athraf hanya diterangkan perihal sebagian matan hadits saja, maka untuk mengetahui lebih lengkap perlu merujuk pada kitab-kitab sumber yang populer, yang ditunjukan oleh kitab Athraf tersebut, misalnya :
1) Al-Tazkirah fi al-Ahadis al-Musytahirah karya Badr al-Din Muhammad ibn Abdullah al-Zakarsyi (w.975 H).
2) Al-La’ali al-Mansurah fi al-Ahadis al-Musytahirah karya Ibn Hajar al-Asqalani (w.852 H).
3) Al-Maqasid al-Hasanah fi Bayan Kasir min al-Ahadis al-Musytahirah ’ala Alsinah karya al-Skhawi (w.902 H).
4) Tamyiz al-Tayyib min al-Khabis fi ma Yaduru ’ala Alsinah al-Nas min al-Hadis karya Abdurrahman ibn Ali ibn al-Diba’ al-Syaibani (w. 944 H).
5) Al-Durar al-Muntasirah fi al-Ahadis al-Musytahirah karya Jalaluddin Abdurrrahman al-Suyuti (w.911 H).
Demikian juga kitab-kitab yg disusun secara alfabetis, misalnya Al-Jami’ al’Shaghir min hadits al-Basyir al-Nadhir Li Jalal al-Din ‘Abdurahman Abi Bakr al-Suyuthi. Selain itu rujukan bagi kitab-kitab athraf juga bisa menggunakan kitab-kitab kunci atau indeks bagi kitab-kitab tertentu antara lain :
a) Untuk sahih al-Bukhari, yaitu Hady al-Bari ila Tartib Ahadis al-Bukhari.
b) Untuk sahih Muslim, yaitu Mu’jam al-Alfaz wa la Siyyama al-Garib minha.
c) Untuk Sahihayn, yaitu Miftah al-Sahihayn
d) Untuk al-Muwatta’, yaitu Miftah al-Muwatta’
e) Untuk Sunan ibn Majah, yaitu Miftah Sunan ibn Majah
f) Untuk Tarikh al-Bagdadi, yaitu Miftah al-Tartib li Ahadis Tarikh al-Khatib
Sebagai contoh penggunaan metode ini adalah sebagai berikut : misalnya kita akan mentakhrij sebuah hadits nabi yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda :
كَانَ صَلاَةُ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً . يَعْنِى بِاللَّيْلِ
Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari adalah 13 raka’at.” HR. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764
Rawi pertama yang membawakan hadits ini adalah Ibnu Abbas, maka jika kita menggunakan metode ini hendaknya mencari nama Abdullah bin Abbas dalam kitab-kitab musnad, mu’jam dan athraf.
Keunggulan metode ini adalah cepat sampai pada sahabat yang meriwayatkan hadis karena alfabetis. Sedangkan kekurangannya adalah lamanya pencarian sampai pada hadits yang dicari jika sahabat tersebut banyak meriwayatkan hadits. Selain itu kita belum bisa menentukan apakah riwayat yang dibawakannya itu shahih atau tidak.
1 komentar:
ijin copas ya akhi.. baraqallahu fik
Posting Komentar