LATAR BELAKANG I:
PARA MUSAFIR DAN BUAH ANGGUR
Ada tiga jenis budaya: budaya duniawi, menumpuk informasi belaka; budaya
religius, mengikuti aturan; budaya elit, pengembangan-diri.
(Guru Hujwiri, Kasyful-Mahjub)
Ada sebuah kisah dalam fabel Aesop tentang tikus tanah muda menemui ibunya
untuk memberitahukan bahwa dirinya telah bisa melihat. Namun dikatakan banyak
orang, penglihatan tikus tanah itu kurang sempurna. Mendengar laporan itu, ibunya
memutuskan untuk menguji daya lihatnya. Ia menaruh sepotong kemenyan dan
bertanya kepada anaknya, "Apa ini?"
"Batu," jawab tikus kecil.
"Engkau tidak hanya buta," kata ibunya, "tapi juga kehilangan indera
penciumanmu."
Aesop -- menurut tradisi para Sufi dinilai sebagai guru praktis dari ajaran hikmah
kuno yang bisa dicapai dengan melatih pikiran, tubuh dan persepsi secara sadar --
tidak mudah diapresiasi melalui makna lahir dongeng itu. Beberapa pengkaji telah
mencatat bahwa kisah-kisah Aesop membicarakan ketimpangan moral (sebenarnya
keterangan-keterangan yang dangkal).
Kita bisa menganalisa fabel ini untuk mengetahui maksud sebenarnya, bila kita
telah mengetahui tradisi sastra Sufi dan metode mengungkap makna-makna
tersembunyi.
"Tikus tanah" dalam bahasa Arab (khuld, dari akar kata KhLD) dan ditulis dengan
ejaan yang sama dengan khalad, artinya "kekekalan, surga, pemikiran, pikiran,
jiwa", sesuai dengan konteksnya. Karena hanya huruf konsonan yang tertulis, maka
tidak ada maksud narativitas yang diacu kata ini secara khusus. Jika kata ini
digunakan dalam bahasa Semit dan kemudian diterjemahkan dalam bahasa Yunani
oleh orang yang tidak memahami makna gandanya, maka unsur permainan katanya
akan hilang.
Lalu mengapa ada kata "batu" dan "kemenyan"? Karena dalam tradisi Sufi, "Musa
(pembimbing kaumnya) menjadikan sebuah batu seharum pohon Kasturi." (Hakim
Sanai, The Walled Garden of Truth).
"Musa" di sini melambangkan suatu panduan pemikiran yang bertujuan mengubah
sesuatu yang tampak seperti benda mati dan lembam menjadi sesuatu yang
www.tris.co.nr
29
Mahkota Sufi – Menembus Dunia Ekstra Dimensi
"seharum pohon Kasturi" sesuatu yang hampir bisa dikatakan sebagai kehidupan itu
sendiri.
Kisah ini menunjukkan bahwa "induk" pemikiran (asal-usul, matriks, kualitas
esensialnya) mempresentasikan frankincense (pengalaman tak terpahamkan) bagi
pikiran atau pemikiran. Karena individu (tikus tanah) terpaku pada "penglihatan"
(upaya mengembangkan fakultas jiwa secara keliru), maka ia kehilangan
kemampuan untuk menggunakan fakultas lainnya.
Menurut Sufi, alih-alih memasuki dirinya sendiri dengan cara tertentu untuk
menemukan dan mencapai perkembangannya, manusia justru mencari di luar
dirinya dan mengikuti berbagai ilusi (sistem metafisik yang dikembangkannya
secara keliru) serta sebenarnya melumpuhkannya.
Lalu apa potensialitas batin "tikus tanah"? Kita bisa melihat seluruh kelompok kata
dalam bahasa Arab yang berakar kata KhLD sebagai berikut:
KhaLaD = kekal, abadi.
KhaLLaD = melestarikan sesuatu.
AKhLaD = cenderung, setia sepenuhnya (kepada seorang sahabat).
KhuLD = keabadian, surga, kesinambungan.
KhuLD = tikus tanah, suara burung.
KhaLaD = pemikiran, pikiran, jiwa.
EL-KhUALiD = pegunungan, karang, penyangga sebuah pot.
Bagi Sufi, kelompok kata ini mengandung persoalan esensial tentang
pengembangan pribadi manusia. Ia adalah sebuah peta Sufisme. Karena koinsiden
(secara kebetulan), tikus tanah dipilih sebagai simbol pikiran atau pemikiran. Ia
mempunyai arti yang sama dengan keabadian, kesinambungan, penyangga. Sufisme
berkaitan dengan pelestarian kesadaran manusia melalui sumbernya di dalam
pikiran. Sementara kesetiaan utuh kepada sesama adalah suatu tugas esensial.
Oleh karena itu sebagaimana dipercaya para komentator, kisah Aesop ini bukan
berarti bahwa "mengungkap seorang penipu adalah mudah". Kami tidak
mengingkari bahwa "kisah" itu dianggap demikian selama berabad-abad. Namun
penggunaan kata kemenyan dan tikus tanah serta tradisi Sufi dalam menyampaikan
ajaran tertentu berupa kata-kata seperti dalam kisah Aesop itu, membantu kita
membukakan pintu rahasia. Dengan melihat sejumlah materi sastra dan filsafat
melalui penjelasan ini, kita terdorong untuk mengingat pesan Rumi, seorang
pengarang dongeng besar dari Asia Minor. Ia mengatakan bahwa kanal mungkin
tidak bisa diminum, namun ia menyalurkan air kepada orang-orang yang kehausan.
Mereka yang tertarik pada interpretasi simbolisme tikus tanah ini mungkin kini
merasa bahwa hikmah dalam kisah pelipur hati Aesop ini mengandung "zat gizi"
yang kita cari.
www.tris.co.nr
30
Mahkota Sufi – Menembus Dunia Ekstra Dimensi
Rumi hidup hampir dua abad setelah Aesop. Ia mengatakan, "Sebuah dongeng, fiksi
atau sejenisnya menjelaskan kebenaran."
Namun kita tidak perlu mengikuti bahasa Arab sendiri sebagai sumber aktual
bahasa Semit dan asal kisah Aesop itu. Bahasa Arab berguna sebagai alat, karena
sebagaimana dibuktikan para filolog (ahli tentang sifat dan perkembangan bahasa),
ia melestarikan hubungan kata-kata yang, dikelompokkan sesuai dengan pola
primitif. Sementara bahasa Semit lainnya telah merusak makna-maknanya.
Baik di Barat maupun di Timur, ada banyak contoh tentang kristalisasi ajaran yang
sama dalam kesusastraan, ritual dan kepercayaan rakyat. Fenomena semacam ini
dianggap tidak penting: seperti berbagai lelucon yang dikaitkan dengan
Nashruddin, Joe Miller dan lainnya, dikaji secara lahiriah. Banyak Puisi Omar
Khayyam yang ditujukan untuk mendorong para pembacanya berpikir jelas melalui
reduksi kehidupan sebagai absurditas, dipahami secara dangkal sehingga Khayyam
tampak sebagai orang "pesimis". Pemikiran Plato sejalan dengan maksud para Sufi,
yaitu menunjukkan batas-batas logika formal dan kemudahan orang terjatuh dalam
penalaran yang keliru, namun pemikirannya dianggap defektif (cacat), tidak lebih
dari itu. Dalam beberapa hal, seperti kisah Aesop, kanal itu tetap menyalurkan air
meskipun ia tidak diakui sebagai kanal. Dengan kata lain, orang-orang tetap
melakukan berbagai ritual dan kepercayaan yang tidak berarti yang mereka
rasionalisasikan sehingga tidak mempunyai dinamika yang nyata dan sebenarnya
hanya tertarik pada hal-hal yang antik. Penyair besar Sufi, Jami' mengatakan
tentang mereka, "Awan kering tak berair, tidak mengandung hujan." Namun kultus-
kultus itu seringkali hanya merupakan tiruan dari simbolisme yang disusun secara
seksama berdasar pada analogi puitis dan justru semua itu dikaji dengan sungguh-
sungguh. Sementara orang berpikir bahwa kultus-kultus itu mengandung kebenaran
metafisis dan magis tertentu, sementara lainnya menganggap bahwa semua itu
mempunyai nilai historis.
Tentang sebuah kultus atau kelompok yang mengikuti sebuah tema dan pada
awalnya disusun dari kelompok kata tertentu, kita tidak mungkin memahaminya
atau bahkan menuliskan sejarahnya kecuali kalau kita tahu asal-usulnya. Karena
unsur matematisnya yang khas dan dipilih sebagai sarana untuk menyampaikan
pengetahuan tertentu di Timur dan Barat, maka bahasa Arab sangat penting untuk
kajian ini.
Disamping itu, karena hampir semua penyusunan kata secara aljabar itu terdiri dari
tiga huruf, bahasa Arab sangat simpel yang hampir tidak diperkirakan oleh orang
yang tidak mengetahuinya. Namun kita hanya berhubungan dengan kata-kata dan
kelompok konsonan, bukan tata bahasa, sintaksis, apalagi huruf-huruf Arab, karena
kata-kata itu semuanya bisa diterjemahkan secara memadai sesuai dengan tujuan
kita melalui huruf-huruf Latin. Kita menyulih satu huruf dengan huruf lainnya.
Biasanya kita memodifikasi huruf itu agar bisa menyampaikan kata orisinalnya.
Secara substansial, hal ini adalah sebuah seni yang digunakan secara luas di
wilayah Timur ketika huruf Arab dan tradisi pengetahuan Sufi menyebar dan
digunakan oleh orang-orang yang tidak mengetahui secara mendalam tentang
bahasa Arab sendiri. Jadi bahasa Arab bisa digunakan sebagai kode oleh
masyarakat Timur maupun Barat Latin pada Abad Pertengahan.1
www.tris.co.nr
31
Mahkota Sufi – Menembus Dunia Ekstra Dimensi
Hubungan orangtua dan anak itu (tikus tanah dan ibunya) digunakan oleh para Sufi
untuk menjelaskan latihan "penglihatan" yang sempurna sebagaimana hubungan
puncak antara Sufi dan "penglihatan" terakhir terhadap kebenaran obyektif. Bagi
Sufi, inkarnasi keagamaan atau penjelmaan hubungan itu hanyalah suatu metode
kasar dan sekunder dalam menggambarkan suatu pengalaman yang terjadi pada
individu atau kelompok -- pengalaman religius dalam melakukan penyadaran diri.
"Sufi yang sempurna (tercerahkan) adalah manusia agung, mulia dan luhur. Melalui
cinta, aural dan harmoni, ia telah mencapai tingkat keagungan paling tinggi.
Semua rahasia terungkap baginya dan seluruh kehidupannya dikaruniai kekuatan
magis. Dia adalah Penuntun dan Musafir di Jalan keindahan, cinta, tahap-tahap
pengalaman, kekuatan dan perwujudan tak terbatas. Dia adalah Penjaga kearifan
paling kuno, Perintis mengungkap rahasia-rahasia terdalam. Dia adalah Sahabat
penuh kasih yang mengangkat keberadaan kita dan membawa makna baru bagi
kemanusiaan."
Semua ini adalah gambaran sang Sufi yang dipaparkan oleh seorang penulis
kontemporer. Meskipun ia sendiri bukan Sufi, namun ia hidup di antara para
penganut Jalan Cinta itu.
Sufi tampaknya merupakan sosok yang senantiasa berubah sikap. Namun bagi
mereka yang mempunyai kepekaan batin, ia sama, karena kepribadiannya yang
hakiki adalah batin, bukan lahir. Seorang sarjana dari Kashmir yang telah lama
sekali tinggal di sebuah pusat pengajaran Sufi pada abad ketujuh belas, telah
melakukan apa yang dewasa ini disebut sebagai penelitian karakteristik umum dari
mistik Sufi. Dia lah Sirajuddin yang telah berkelana ke berbagai negara
tetangganya, bahkan sampai ke Jawa, Cina dan Gurun Sahara. Ia berbicara
langsung dengan para Sufi dan menyusun tradisi mereka yang tak tertulis.
"Sufi adalah manusia sempurna," kata Sirajuddin, "ketika ia mengatakan, 'Di antara
bunga-bunga mawar, ada satu mawar dan di antara duri-duri, ada satu duri,' ia
sama sekali tidak bermaksud membicarakan perilaku sosial. Para Sufi adalah
penyair dan pecinta. Dilihat dari dasar ajarannya, mereka adalah pasukan,
pelaksana dan tabib. Di mata para pengamat, mereka tampak seperti tukang sihir,
mistikus, para pekerja seni yang tak terpahami. Bila Anda menghormati mereka
sebagai orang suci, Anda akan mendapat rahmat dari kesucian mereka. Namun bila
Anda bergabung dengan jamaah mereka, Anda memperoleh rahmat dari jamaah
mereka. Bagi mereka dunia ini adalah suatu perangkat untuk memperbaiki ummat
manusia. Bila kita mengidentifikasi proses kreasi mereka yang sinambung, mereka
sendiri adalah pencipta manusia sempurna lainnya. Di antara mereka ada yang
membuka suara, namun ada juga yang berdiam diri, ada yang berjalan-jalan
seperti gelisah, namun ada yang duduk mengajar. Untuk memahami mereka, Anda
harus menggunakan intelegensi intuitif, biasanya dengan menekan musuh
bebuyutannya, yaitu intelegensi logis. Sebelum Anda memahami ketidaklogisan dan
kesia-siaan perilaku mereka, sebaiknya jauhilah mereka kecuali untuk kebaktian
tertentu, formal dan jelas."2
Seorang Sufi tidak bisa didefinisikan dengan serangkaian kata-kata atau gagasan,
tapi mungkin bisa melalui sebuah gambaran, gerakan dan isyarat dari dimensi lain.
Salah seorang guru besar Sufi, Rumi, menguraikan keberadaan Sufi sebagai berikut:
www.tris.co.nr
32
Mahkota Sufi – Menembus Dunia Ekstra Dimensi
(Ia) mabuk tanpa anggur, kenyang tanpa makanan, sangat resah, tidak makan dan
tidak tidur, raja dengan jubah sederhana, harta karun di bawah puing-puing
reruntuhan, bukan udara bukan tanah, bukan api dan bukan air, samudera tiada
bertepi. Ia mempunyai seratus bulan, langit dan mentari. Ia manusia bijak karena
mengetahui kebenaran universal -- tidak seperti sarjana yang belajar dari buku.3
Apakah ia agamawan? Tidak, ia jauh lebih dari itu, "Ia di seberang atheisme dan
keimanan biasa. Lalu apa arti pahala dan dosa baginya? Ia tersembunyi -- carilah
dia!"
Sebagaimana kita ketahui dalam berbagai pernyataan paling masyhur dalam Diwan
asy-Syams at-Tabriz pada abad ketiga belas, Sufi adalah sosok rahasia,
tersembunyi lebih dalam dari pengikut madzhab rahasia mana pun. Nama
individual Sufi banyak dikenal di dunia Timur. Perkampungan para Sufi terdapat di
tanah Arab, Turki, Persia, Afghanistan, India dan Malaysia.
Para peneliti Barat yang keras kepala semakin berusaha menggali rahasia-rahasia
Sufi, maka tugas itu tampaknya semakin bertambah rumit. Karya mereka selalu
membanjiri bidang-bidang mistisisme, Arabisme, Orientalisme, sejarah, filsafat
dan bahkan kesusastraan umum. Dalam sebuah ungkapan Sufi, "Rahasia senantiasa
menyembunyikan diri. Ia hanya bisa ditemukan dalam semangat dan Karya (Sufi)."
Seorang guru besar arkeologi terkemuka mungkin adalah tokoh terbesar Barat yang
mempunyai otoritas kajian Sufi -- bukan lantaran ia seorang akademisi, namun
karena ia seorang Sufi.
Laki-laki atau perempuan Timur mungkin kerapkali menganggap Sufi sebagaimana
orang Barat membayangkan sosok mistik Timur itu, yaitu anggapan bahwa Sufi
adalah orang yang dilimpahi berbagai kekuatan supranatural, pewaris berbagai
rahasia yang melanjutkan simbol kearifan para leluhur dan abadi. Sufi dapat
membaca pikiran Anda, bisa berpindah tempat dalam sekejap, mempunyai
hubungan-hubungan khusus dengan makhluk dari dunia lain.
Sufi biasanya dipercaya mampu mengobati penyakit. Tidak sedikit orang akan
bercerita kepada Anda tentang cara para Sufi menyembuhkan penyakit dalam
sekejap atau dengan cara-cara tertentu yang tak dapat dijelaskan.4 Para Sufi
dianggap mampu mengatasi tugas-tugas mereka yang sulit: banyak individu
menjadi saksi kepercayaan ini. Meskipun mereka sering melakukan kesalahan,
namun sangat jarang disanggah dibandingkan orang lainnya. Mereka mendekati
masalah yang sama sekali berbeda dengan orang pada umumnya. Namun tindakan-
tindakan mereka dibuktikan dengan berbagai peristiwa nyata. Mereka meyakini
bahwa mereka sendiri mengambil bagian dalam evolusi kemanusiaan yang agung.
Bila kepercayaan populer yang mungkin mencakup sejumlah kultus terhadap orang
suci di seluruh wilayah Timur Tengah kini tersebar luas, semua ini karena pengaruh
berbagai legenda dan tradisi para guru Sufi, pribadi yang diagung-agungkan oleh
para penganut dari semua aliran kepercayaan. Para Sufi tempo dulu bisa berjalan
di atas air, menjelaskan berbagai peristiwa yang terjadi di tempat-tempat yang
sangat jauh, mengalami realitas kehidupan sejati dan banyak lagi hal-hal serupa.
Bila seorang guru Sufi berbicara, para pendengarnya mengalami semacam
www.tris.co.nr
33
Mahkota Sufi – Menembus Dunia Ekstra Dimensi
keterpesonaan mistikal dan kekuatan magis yang matang. Di mana pun Sufi berada,
para mistikus dari kepercayaan lain dan seringkali tokohnya yang terkemuka,
menjadi murid-muridnya -- kadangkala tanpa diperintah.
Di dunia material, pengaruh Sufi berdasar pada karya dan kreativitas, serta secara
umum diakui karena prestasi individual Sufi. Filsafat dan berbagai penemuan
ilmiah Sufi pada umumnya dianggap telah dicapai melalui kemampuan khas
mereka. Sementara kalangan teosofis atau intelektual konvensional merasa bahwa
mereka berada dalam posisi yang tidak menguntungkan, sehingga meskipun mereka
seringkali mengingkari kemungkinan suatu bentuk kesadaran khas yang dicapai oleh
kalangan elit mereka, mereka terpaksa mengakui bahwa para Sufi adalah
pahlawan-pahlawan bangsa di beberapa negara dan berjasa dalam
mengembangkan sastra klasik di negara lainnya. Diperkirakan dua puluh sampai
empat puluh juta orang menjadi anggota atau berafiliasi dengan madzhab-
madzhab Sufi sehingga para Sufi semakin besar jumlahnya.
Mungkin saja tetangga Anda adalah Sufi, atau mungkin orang yang ada di seberang
jalan, perempuan yang membantu tugas Anda, seorang pertapa di saat-saat
tertentu, baik kaya maupun miskin adalah seorang Sufi.
Tiada penyelidikan terhadap realitas Sufi yang dapat sepenuhnya dilakukan dari
luar, karena Sufisme menuntut partisipasi, latihan dan pengalaman. Meskipun para
Sufi telah menulis banyak buku, namun mereka mungkin menggunakan cara-cara
khas dan tampaknya bertentangan satu sama lain serta tidak mudah dipahami
orang yang tidak berpengalaman atau ternyata mempunyai maksud-maksud yang
berbeda dibandingkan maksud-maksud yang dangkal.
Salah satu kendala untuk memahami Sufisme melalui kepustakaan Timur telah
dicatat beberapa sarjana yang telah mencoba menelitinya, termasuk Profesor
Nicholson yang telah lama bekerja untuk memahami dan memperkenalkan
pemikiran Sufi ke dunia Barat. Dalam karya seleksi beberapa tulisan Sufi, ia
mengakui bahwa "sebagian besar karya tulis mereka aneh dan unik, karena semua
karya mereka yang masih ada jarang menunjukkan makna yang jelas kecuali bagi
mereka yang mempunyai kunci rahasianya. Sementara orang yang tidak
mengetahuinya, hanya akan memahaminya secara literal atau tidak sama sekali."5
Sebuah buku seperti ini "menyusun dirinya sendiri" sesuai dengan pola (karangan)
Sufi; dan secara definitif buku ini harus mengikuti pola Sufi, bukan pola
konvensional. Oleh karena itu, materi dan metodenya khas dan tidak dapat
didekati melalui kriteria umum. Inilah yang dikenal dengan metode "menabur", dan
hasilnya dianggap efektif jika berdasar pada kegiatan majemuk.
Dalam kehidupan sehari-hari, beberapa bentuk pemahaman menjadi mungkin
karena ditunjang pengalaman. Pikiran manusia adalah satu bagian, bagian lain
adalah dampak-dampak yang diterima dan kemampuannya untuk memahami
dampak-dampak itu. Interaksi antara dampak dan pikiran itu menentukan kualitas
kepribadian. Dalam Sufisme, proses fisik dan mental itu dijalani dengan sadar.
Hasil proses ini dianggap lebih efisien. Alih-alih waktu, zaman dan kebetulan,
"Hikmah" dipandang sebagai hasil yang tak terelakkan. Para Sufi menyamakan
www.tris.co.nr
34
Mahkota Sufi – Menembus Dunia Ekstra Dimensi
proses ini dengan analogi antara orang liar yang makan segala sesuatu dan orang
beradab yang memilih makanan yang sehat dan enak baginya.
Maka dari itu kita tidak mungkin dapat menguraikan maksud pemikiran dan
tindakan Sufi dengan cara konvensional serta sederhana dan metode perbincangan,
karena alasan-alasan di atas. Ketidakmungkinan ini diibaratkan dalam pepatah
Sufi: "mengirimkan ciuman melalui orang lain". Sufisme mungkin muncul secara
alamiah, namun juga merupakan bagian dari perkembangan manusia yang lebih
tinggi dan perkembangan kesadaran manusia sendiri. Sarana pengungkapannya
yang memadai biasanya tidak ada di dalam masyarakat yang tidak menjalankan
bentuk pengembangan lanjut itu. Disamping itu, iklim pengungkapannya (sastra,
pemakaian bahasa rahasia, contoh, dan lain-lainnya) berada di wilayah yang
berbeda.
Sementara kalangan yang berpikir metafisik dan terutama mereka yang merasa
bahwa dirinya meminati bidang mistisisme atau "persepsi batin", biasanya tidak
mempunyai pemahaman yang lebih luas tentang kemanusiaan tempat Sufisme
memusatkan perhatiannya. Terutama menyangkut pemahaman kuat tentang
keunikan personal "yang ditangkap" dari orang lain, subyektivitas mereka mungkin
merupakan kelemahan yang serius.
Tidak ada Sufisme yang dapat disederhanakan, namun ia tidak berada di wilayah
kognisi pikiran kabur, sebagaimana mungkin orang mengira bahwa pikiran dapat
memahaminya dan menyerap hal-hal spiritual berdasarkan pikiran yang sangat
kabur sesuai dengan asumsi dirinya. Bagi Sufi, personalitas demikian, betapapun
vokalnya (dan seringkali demikian), hampir tidak ada.
Seseorang yang berkata, "Semua itu memang tak terperikan, tetapi saya tentu saja
bisa merasakan 'apa yang Anda maksud'," ia tidak mungkin dapat mengambil
manfaat dari Sufisme. Hal ini karena para Sufi bekerja dan melakukan suatu upaya
untuk membangkitkan suatu bidang kesadaran melalui suatu pendekatan khas,
bukan secara kebetulan. Sufisme tidak bekerja dengan kejujuran yang dibuat-buat,
tidak mengharapkan pujian dan sikap setengah-setengah. Seperti sebuah sengatan
yang kemudian menghilang, demikian pula unsur Sufi menghilang dari suatu situasi
atau sebaliknya. Sufisme tidak ditujukan kepada sebagian masyarakat -- karena
masyarakat tidak terpecah-pecah sedemikian rupa. Namun ia ditujukan pada
fakultas tertentu dari setiap individu. Bila fakultas ini tidak diaktifkan, maka di
sana tidak ada Sufisme. Fakultas ini terdiri dari realitas-realitas "keras" maupun
"lunak", kontradiksi maupun harmoni, kecemerlangan kesadaran maupun kegelapan
remang-remang dan membuat orang terlena.
Faktor sentral ini diekspresikan dengan baik dalam puisi Sufi, dan seringkali dengan
teknik yang sempurna. Kadangkala secara manusiawi, kadangkala dengan teknik
yang tidak lazim. Generasi ahli puisi konvensional telah mencurahkan kehidupan
mereka untuk menganalisa khazanah yang unik ini dari sudut pandang berbeda --
dari sudut "variasi kualitas" seorang penyair. Seorang penyair menanggapi hal ini
sebagai berikut:
Wahai kucing dengan cita rasa susu asam, ahli dalam menyamarkan rasa pahit!
Engkau adalah sampah yang telah bersepakat tentang susu asam. Dengan maksud
www.tris.co.nr
35
Mahkota Sufi – Menembus Dunia Ekstra Dimensi
yang sama engkau membenci keju, mentega dan susu hangat dari perahan
kelenjarnya. Engkau bukan ahli keju, begitu katamu kan? Sesungguhnya ia lebih
dekat dari urat nadimu sendiri.
Penyair Sufi lain, dengan gaung modern yang terdengar aneh, mengemukakan
tulisan cerdas berikut ini:
Bisakah kita melukis sebuah gambar sempurna atau memintal permadani secara
sempurna? Bisakah kita menggetarkan lidah kita sepanjang malam untuk
menyelidiki setiap orang yang menyimpang dari kesempurnaan? Hal ini baik, ini
adalah tugas manusia sempurna. Semacam tugas seorang bocah yang bersungguh-
sungguh dalam menentukan bahan-bahan yang menyempumakan pembuatan kue
lumpurnya.
Seseorang yang telah merasakan keju-keju supermarket kontemporer yang sangat
steril, namun tidak terlalu steril, ia akan mempunyai cita rasa sang penyair,
demikian kiranya.
Hilaly yang dituduh "menggunakan pedang untuk memotong seutas benang",
menyatakan, "Mungkinkah saya menggunakan madu untuk menaklukkan unta?"
Ada banyak Sufi palsu. Mereka mencoba mengambil manfaat dari prestise gelar
Sufi. Di antara mereka ada yang telah menulis buku, namun mereka hanya
menambah kebingungan para pengamat.
Beberapa spirit Sufi mungkin saja bisa disampaikan melalui tulisan, dengan syarat
kita sepakat bahwa sebenarnya Sufisme harus dialami secara sinambung atau
dibuktikan dengan pengalaman sendiri. Sufisme tidak hanya tergantung pada
dampak artistik, namun mesti berdampak pada kehidupan nyata.
Dalam sebuah definisi, Sufisme adalah kehidupan manusia. Kekuatan magis dan
metafisik biasanya bersifat insidentil, meskipun kekuatan ini mungkin berperan
dalam proses kehidupan, jika tidak dalam keunggulan atau kepuasan personal.
Adalah benar bila upaya menjadi Sufi yang didorong oleh hasrat untuk memperoleh
kekuatan personal itu tidak akan berhasil. Yang valid adalah hasrat murni untuk
mencapai kebijaksanaan. Langkah ini adalah metode asimilasi, bukan metode
kajian.
Untuk mengamati para Sufi melalui apa yang sebenarnya merupakan derivasi dari
teknik-teknik Sufi, pertama kita seharusnya melihat beberapa hal penting namun
tetap mempunyai tujuan yang sama. Langkah ini dapat diilustrasikan sebagai
berikut. Seorang anak yang belajar membaca, pertama ia harus mengetahui
aksara. Ketika dapat membaca kata-kata, ia tetap menggunakan pengetahuannya
tentang aksara, namun ia kini membacanya dalam kata-kata. Jika hanya
memperhatikan aksara demi aksara, ia mungkin sangat mengalami kesulitan dalam
membaca, karena ia masih menggunakan pengetahuannya di jenjang pertama.
Kata maupun aksara kini harus dipandang dalam perspektif yang lebih utuh,
demikian pula metode Sufi.
www.tris.co.nr
36
Mahkota Sufi – Menembus Dunia Ekstra Dimensi
Proses ini sebenarnya lebih mudah dijalankan ketimbang didengarkan, sebab
melakukan sesuatu seringkali lebih mudah dibandingkan memaparkannya.
Saya ingin mengemukakan pandangan sekilas tentang sebuah lingkaran (halaqah)
Sufi, unit dasar dan inti kegiatan Sufi. Sekelompok murid tertarik kepada seorang
guru. Mereka menghadiri majelis gurunya pada setiap malam Jum'at. Tahap awal
acara ini kurang begitu formal, yaitu waktu bagi para murid untuk mengajukan
pertanyaan dan menerima jawabannya.
Pada kesempatan ini, seorang murid baru bertanya kepada guru kami, Agha,
apakah dasar utama pengalaman mistik yang dimiliki manusia.
Agha menjawab, "Kita mempunyai sebuah istilah yang merangkum semua
pengalaman mistik itu. Istilah ini melukiskan apa yang sedang kita kerjakan dan
merangkum pola pemikiran kita. Dan istilah ini engkau akan dapat memahami
dasar eksistensi kita dan alasan mengapa manusia pada umumnya
memperselisihkannya. Istilah ini berbunyi Anguruzuminabstafil." Kemudian ia
mengisahkan melalui kisah tradisional berikut ini:
Konon ada empat pria -- orang Persia, Turki, Arab dan Yunani -- berhenti di sebuah
jalan desa. Mereka tengah mengadakan perjalanan bersama-sama dan telah
melalui beberapa tempat terpencil. Pada saat itu mereka berdebat untuk
membelanjakan sekeping uang sisa bekal mereka.
"Aku ingin membeli angur," kata si orang Persia.
"Aku ingin uzum," kata si orang Turki.
"Aku menginginkan inab," kata si orang Arab.
"Tidak!" kata si orang Yunani, "kita seharusnya membeli stafil."
Seorang pengembara lain lewat, seorang ahli bahasa, dan berkata, "Berikan uang
logam itu kepadaku. Aku akan berusaha memenuhi semua keinginan kalian!"
Mulanya mereka tidak mempercayainya. Akhirnya mereka memberikan uang logam
itu kepadanya. Ia lalu pergi ke toko buah dan kembali membawa empat ikat
anggur.
"Inilah angur-ku," kata-orang Persia.
"Nah, ini yang kusebut uzum," kata orang Turki.
"Wah, engkau telah membawakan inab bagiku," kata orang Arab.
"Tidak!" kata orang Yunani, "dalam bahasaku ini stafil."
Anggur-anggur itu dibagikan kepada mereka. Masing-masing menyadari bahwa
perbedaan pendapat itu disebabkan oleh bahasa mereka yang berbeda satu sama
lain.
www.tris.co.nr
37
Mahkota Sufi – Menembus Dunia Ekstra Dimensi
"Para pengembara itu adalah masyarakat pada umumnya," kata guru Agha.
"Sementara ahli bahasa itu adalah Sufi. Masyarakat sadar bahwa mereka
menginginkan sesuatu, namun ada kebutuhan batin yang sama dalam diri mereka.
Mereka memberikan nama-nama berbeda untuk itu, namun pada dasarnya sama.
Apa yang disebut agama mempunyai nama yang berbeda-beda, bahkan mungkin
gagasan yang berbeda. Apa yang disebut ambisi mereka adalah upaya mencari
ruang lingkup agama dengan cara berbeda. Hanya saja ketika seorang ahli bahasa
muncul, yaitu orang yang mengetahui apa yang sebenarnya mereka maksudkan,
mereka kemudian berhenti bertikai. Mereka lalu melanjutkan makan anggur-anggur
itu."
Agha melanjutkan bahwa kelompok pengembara itu lebih dewasa dari orang
kebanyakan, karena mereka sebenarnya mempunyai gagasan positif tentang
kebutuhan mereka, meskipun tidak bisa mengkomunikasikannya. Pada umumnya
individu berada pada tingkat aspirasi lebih awal dibandingkan pada tingkat
pemikiran. Ia menginginkan sesuatu, namun tidak tahu apa keinginannya itu --
meskipun mengira bahwa dirinya tahu.
0 komentar:
Posting Komentar