23. SUCI ADALAH SEBAGIAN DARI IMAN
Dari Abu Malik, Al Harits bin Al Asy'ari radhiyallahu anhu, ia berkata : “Telah
bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : ‘Suci itu sebagian dari iman,
(bacaan) alhamdulillaah memenuhi timbangan, (bacaan) subhaanallaah dan
alhamdulillaah keduanya memenuhi ruang yang ada di antara langit dan bumi.
Shalat itu adalah nur, shadaqah adalah pembela, sabar adalah cahaya, dan Al-Qur'an
menjadi pembela kamu atau musuh kamu. Setiap manusia bekerja, lalu dia menjual
dirinya, kemudian pekerjaan itu dapat menyelamatkannya atau mencelakakannya”.
(HR. Muslim)
Penjelasan :
Hadits ini memuat salah satu pokok Islam dan memuat salah satu dari kaidah penting
Islam dan agama. Adapun yang dimaksud dengan kata “suci” ialah perbuatan bersuci.
Terdapat perbedaan pendapat tentang maksud kalimat “suci itu sebagian dari iman”
yaitu: pahala suci merupakan sebagian dari pahala iman, sedangkan yang lain
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan iman di sini adalah shalat, sebagaimana
firman Allah :
“Allah tidak menyia-nyiakan iman (shalat) kamu”.(QS. 2: 143)
Thaharah atau bersuci merupakan salah satu dari syarat sahnya shalat. Jadi, bersuci
merupakan sebagian pekerjaan shalat. Kata “satrun” tidaklah mesti berarti betul-betul
setengah, sekalipun ada yang berpendapat betul-betul setengah.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “(bacaan) alhamdulillaah memenuhi
timbangan”, maksudnya besar pahalanya memenuhi timbangan orang yang
mengucapkannya. Dalam Al Qur’an dan Sunnah diterangkan tentang timbangan amal,
berat dan ringannya. Begitu juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “(bacaan)
subhaanallaah dan alhamdulillaah keduanya memenuhi ruang yang ada di antara
langit dan bumi”. Hal ini karena besarnya keutamaan ucapan tersebut yang berisi
menyucikan Allah dari segala sifat kekurangan dan cacat.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “Shalat itu adalah nur “ maksudnya ialah
shalat itu mencegah perbuatan maksiat, merintangi perbuatan-perbuatan keji dan
mungkar, serta menunjukkan ke jalan yang benar, sebagaimana cahaya yang dijadikan
orang sebagai penunjuk jalan. Sebagaian yang lain berpendapat bahwa yang
dimaksudkan, shalat itu kelak akan menjadi petunjuk jalan bagi pelakunya di hari
kiamat. Sedangkan sebagian yang lain lagi berpendapat bahwa shalat seseorang kelak
akan menjadi cahaya yang memancar di wajahnya di hari kiamat, dan ketika di dunia
menjadikan wajah pelakunya cemerlang, yang mana hal ini tidak diperoleh orang-orang
yang tidak shalat. Wallaahu a’lam.
Syarhul Arba’iina Haditsan an Nawawiyah 33 of 67
Ibnu Daqiqil ‘Ied
Tentang sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “ shadaqah adalah pembela ”,
pengarang kitab At Tajrid mengatakan, maksudnya ialah dia akan membutuhkan
pembelaan dari shadaqah (zakat)nya, sebagaimana ia membutuhkan pembelaan dengan
berbagai bukti-bukti yang dapat menyelamatkannya dari hukuman. Seolah-olah
seseorang jika kelak di hari kiamat dimintai tanggung jawab dalam membelanjakan
hartanya, maka shadaqah (zakat)nya dapat menjadi pembela bagi dirinya dalam
memberikan jawaban, misalnya ia berkata : “ Aku gunakan hartaku untuk membayar
zakat ”.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa maksudnya ialah shadaqah (zakat)nya menjadi
bukti keimanan pelakunya. Hal ini karena orang munafik tidak mau mengeluarkan
zakat karena tidak meyakininya. Barang siapa yang mengeluarkan zakat, hal itu
menunjukkan kekuatan imannya. Wallaahu a’lam.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “ sabar adalah cahaya ” maksudnya sabar itu
sifat yang terpuji dalam agama, yaitu sabar dalam melaksanakan ketaatan dan dalam
menjauhi kemaksiatan. Demikian juga sabar menghadapi hal yang tidak disenangi di
dunia ini. Maksudnya, sabar itu sifat terpuji yang selalu membuat pelakunya
memperoleh petunjuk untuk mendapatkan kebenaran.
Ibrahim Al Khawash berkata : “ Sabar yaitu teguh berpegang kepada Al Qur’an dan
Sunnah ”. Ada yang berkata : “ Sabar yaitu teguh menghadapi segala macam cobaan
dengan sikap dan perilaku yang baik ”.
Abu ‘Ali Ad Daqqaq berkata : “ Sabar yaitu sikap tidak mencela taqdir. Akan tetapi,
sekedar menyatakan keluhan ketika menghadapi cobaan tidaklah dikatakan menyalahi
sifat sabar ”. Allah berfirman tentang kasus Nabi Ayyub : “ Sungguh Kami mendapati
dia seorang yang sabar, hamba yang sangat baik, dan orang yang suka bertobat ”.
(QS. Shaad : 44) Padahal Nabi Ayyub pernah mengeluh dengan berkata : “ Sungguh
bencana telah menimpaku dan Engkau (Ya Allah) adalah Tuhan yang paling berbelas
kasih ”. (QS. Al Anbiya’ : 83)
Wallaahu a’lam.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “Al Qur’an menjadi pembela kamu atau
musuh kamu” maksudnya jelas, yaitu bermanfaat jika kamu baca dan kamu amalkan,
tetapi jika tidak, akan menjadi musuh kamu.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “Setiap manusia bekerja, lalu dia menjual
dirinya, kemudian pekerjaan itu dapat menyelamatkannya atau mencelakakannya”
maksudnya setiap orang bekerja untuk dirinya. Ada orang yang menjual dirinya
kepada Allah dengan berbuat ketaatan kepada-Nya sehingga dirinya selamat dari
adzab, seperti Allah firmankan : “Sungguh Allah membeli dari orang-orang mukmin
jiwa dan harta mereka, sehingga mereka mendapatkan surga”. (QS. 9 : 111)
Ada orang yang menjual dirinya kepada setan dan hawa nafsunya dengan mengikuti
bisikan-bisikannya sehingga dirinya menjadi celaka. Ya Allah, berilah kami taufiq untuk
melakukan amal ketaatan kepada-Mu dan jauhkanlah kami sehingga diri kami dapat
terjauh dari perbuatan-perbuatan melawan perintah-Mu.
Syarhul Arba’iina Haditsan an Nawawiyah 34 of 67
Ibnu Daqiqil ‘Ied
24. LARANGAN BERBUAT ZHALIM
Dari Abu Dzar Al Ghifari radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
beliau meriwayatkan dari Allah 'azza wa Jalla, sesungguhnya Allah telah berfirman:
"Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan (berlaku) zhalim atas diri-Ku
dan Aku menjadikannya di antaramu haram, maka janganlah kamu saling menzhalimi.
Wahai hamba-Ku, kamu semua sesat kecuali orang yang telah Kami beri petunjuk,
maka hendaklah kamu minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Kamu
semua adalah orang yang lapar, kecuali orang yang Aku beri makan, maka hendaklah
kamu minta makan kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Wahai hamba-Ku, kamu semua
asalnya telanjang, kecuali yang telah Aku beri pakaian, maka hendaklah kamu minta
pakaian kepada-Ku, pasti Aku memberinya. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kamu
melakukan perbuatan dosa di waktu siang dan malam, dan Aku mengampuni dosa-
dosa itu semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku , pasti Aku mengampuni kamu.
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kamu tidak akan dapat membinasakan Aku dan kamu
tak akan dapat memberikan manfaat kepada Aku. Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang
terdahulu dan yang terakhir diantaramu, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa
seperti orang yang paling bertaqwa di antaramu, tidak akan menambah kekuasaan-Ku
sedikit pun, jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antaramu, sekalian
manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara
kamu, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga. Wahai hamba-Ku, jika
orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antaramu, sekalian manusia dan jin yang
tinggal di bumi ini meminta kepada-Ku, lalu Aku memenuhi seluruh permintaan
mereka, tidaklah hal itu mengurangi apa yang ada pada-Ku, kecuali sebagaimana
sebatang jarum yang dimasukkan ke laut. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya itu semua
adalah amal perbuatanmu. Aku catat semuanya untukmu, kemudian Kami
membalasnya. Maka barang siapa yang mendapatkan kebaikan, hendaklah bersyukur
kepada Allah dan barang siapa mendapatkan selain dari itu, maka janganlah sekali-kali
ia menyalahkan kecuali dirinya sendiri”. (HR. Muslim)
Penjelasan :
Kalimat “sesungguhnya Aku mengharamkan (berlaku) zhalim atas diri-Ku dan Aku
menjadikannya di antaramu haram”, sebagian ulama mengatakan maksudnya ialah
Allah tidak patut dan tidak akan berbuat zhalim seperti tersebut pada firman-Nya :
“ Tidak patut bagi Tuhan yang Maha Pemurah mengambil anak ”. (QS. 19 : 92)
Jadi, zhalim bagi Allah adalah sesuatu yang mustahil. Sebagian lain berpendapat ,
maksudnya ialah seseorang tidak boleh meminta kepada Allah untuk menghukum
musuhnya atas namanya kecuali dalam hal yang benar, seperti tersebut dalam firman-
Nya dalam Hadits di atas : “Sungguh Aku mengharamkan diri-Ku untuk berbuat
zhalim”. Jadi, Allah tidak akan berbuat zhalim kepada hamba-Nya. Oleh karena itu,
bagaimana orang bisa mempunyai anggapan bahwa Allah berbuat zhalim kepada
hamba-hamba-Nya untuk kepentingan tertentu?
Begitu pula kalimat “janganlah kamu saling menzhalimi” maksudnya bahwa
janganlah orang yang dizhalimi membalas orang yang menzhaliminya.
Syarhul Arba’iina Haditsan an Nawawiyah 35 of 67
Ibnu Daqiqil ‘Ied
Dan kalimat “Wahai hamba-Ku, kamu semua sesat kecuali orang yang telah Kami
beri petunjuk, maka hendaklah kamu minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku
memberinya”, mengingat betapa kita ini lemah dan fakir untuk memenuhi kepentingan
kita dan untuk melenyapkan gangguan-gangguan terhadap diri kita kecuali dengan
pertolongan Allah semata. Makna ini berpangkal pada pengertian kalimat : “Tiada daya
dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah”. (QS. 18 : 39)
Hendaklah orang menyadari bila ia melihat adanya nikmat pada dirinya, maka semua
itu dari Allah dan Allah lah yang memberikan kepadanya. Hendaklah ia juga bersyukur
kepada Allah, dan setiap kali nikmat itu bertambah, hendaklah ia bertambah juga
dalam memuji dan bersyukur kepada Allah.
Kalimat “maka hendaklah kamu minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku
memberinya” yaitu mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku memberi petunjuk
kepadamu. Kalimat ini hendaknya membuat hamba menyadari bahwa seharusnyalah ia
meminta hidayah kepada Tuhannya, sehingga Dia memberinya hidayah. Sekiranya dia
diberi hidayah sebelum meminta, barangkali dia akan berkata : “Semua yang aku dapat
ini adalah karena pengetahuan yang aku miliki”.
Begitu pula kalimat “kamu semua adalah orang yang lapar, kecuali orang yang Aku
beri makan, maka hendaklah kamu minta makan kepada-Ku, pasti Aku
memberinya”, maksudnya ialah Allah menciptakan semua makhluk-Nya berkebutuhan
kepada makanan, setiap orang yang makan niscaya akan lapar kembali sampai Allah
memberinya makan dengan mendatangkan rezeki kepadanya, menyiapkan alat-alat
yang diperlukannya untuk dapat makan. Oleh karena itu, orang yang kaya jangan
beranggapan bahwa rezeki yang ada di tangannya dan makanan yang disuapkan ke
mulutnya diberikan kepadanya oleh selain Allah. Hadits ini juga mengandung adab
kesopanan berperilaku kepada orang fakir. Seolah-olah Allah berfirman : “Janganlah
kamu meminta makanan kepada selain Aku, karena orang-orang yang kamu mintai itu
mendapatkan makanan dari Aku. Oleh karena itu, hendaklah kamu minta makan
kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepada kamu”. Begitu juga dengan
kalimat selanjutnya.
Kalimat “sesungguhnya kamu melakukan perbuatan dosa di waktu siang dan
malam”. Kalimat semacam ini merupakan nada celaan yang seharusnya setiap mukmin
malu terhadap celaan ini. Demikian pula bahwa sesungguhnya Allah menciptakan
malam sebagai waktu untuk berbuat ketaatan dan menyiapkan diri berbuat ikhlas,
karena pada malam hari itulah pada umumnya orang beramal jauh dari sifat riya’ dan
nifaq. Oleh karena itu, tidaklah seorang mukmin merasa malu bila tidak menggunakan
waktu malam hari untuk beramal karena pada waktu tersebut umumnya orang beramal
jauh dari sifat riya’ dan nifaq. Tidaklah pula seorang mukmin merasa malu bila tidak
menggunakan malam dan siang untuk beramal karena kedua waktu itu diciptakan
menjadi saksi bagi manusia sehingga setiap orang yang berakal sepatutnya taat kepada
Allah dan tidak tolong-menolong dalam perbuatan menyalahi perintah Allah.
Bagaimana seorang mukmin patut berbuat dosa terang-terangan atau tersembunyi
padahal Allah telah menyatakan “Aku mengampuni semua dosa”. Disebutkannya
dengan kata “semua dosa” adalah karena hal itu dinyatakan sebelum adanya perintah
kepada kita untuk memohon ampun, agar tidak seorang pun merasa putus asa dan
pengampunan Allah karena dosa yang dilakukannya sudah banyak.
Syarhul Arba’iina Haditsan an Nawawiyah 36 of 67
Ibnu Daqiqil ‘Ied
Kalimat “kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir diantaramu, sekalian
manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di
antaramu, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun” menunjukkan bahwa
ketaqwaan seseorang kepada Allah itu adalah rahmat bagi mereka. Hal itu tidak
menambah kekuasaan Allah sedikit pun.
Kalimat “jika orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antaramu, sekalian
manusia dan jin yang tinggal di bumi ini meminta kepada-Ku, lalu Aku memenuhi
seluruh permintaan mereka, tidaklah hal itu mengurangi apa yang ada pada-Ku,
kecuali sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan ke laut”, berisikan peringatan
kepada segenap makhluk agar mereka banyak-banyak meminta dan tidak seorang pun
membatasi dirinya dalam meminta dan tidak seorang pun membatasi dirinya dalam
meminta karena milik Allah tidak akan berkurang sedikit pun, perbendaharaan-Nya
tidak akan habis, sehingga tidak ada seorang pun patut beranggapan bahwa apa yang
ada di sisi Allah menjadi berkurang karena diberikan kepada hamba-Nya, sebagaimana
disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pada Hadits lain : “Tangan Allah
itu penuh, tidak menjadi berkurang perbendaraan yang dikeluarkan sepanjang malam
dan siang. Tidakkah engkau pikirkan apa yang telah Allah belanjakan sejak mula
mencipta langit dan bumi. Sesungguhnya Allah tidak pernah kehabisan apa yang ada di
tangan kanannya”.
Rahasia dari perkataan ini ialah bahwa kekuasaan-Nya mampu mencipta selama-
lamanya, sama sekali Dia tidak patut disentuh oleh kelemahan dan kekurangan. Segala
kemungkinan senantiasa tidak terbatas atau terhenti. Kalimat “kecuali sebagaimana
sebatang jarum yang dimasukkan ke laut” ini adalah kalimat perumpamaan untuk
memudahkan memahami persoalan tersebut dengan cara mengemukakan hal yang
dapat kita saksikan dengan nyata. Maksudnya ialah kekayaan yang ada di tangan Allah
itu sedikit pun tidak akan berkurang.
Kalimat “sesungguhnya itu semua adalah amal perbuatanmu. Aku catat semuanya
untukmu, kemudian Kami membalasnya. Maka barang siapa yang mendapatkan
kebaikan, hendaklah bersyukur kepada Allah” maksudnya janganlah orang
beranggapan bahwa ketaatan dan ibadahnya merupakan hasil usahanya sendiri, tetapi
hendaklah ia menyadari bahwa hal ini merupakan pertolongan dari Allah dan karena
itu hendaklah ia bersyukur kepada Allah.
Kalimat “dan barang siapa mendapatkan selain dari itu”. Di sini tidak digunakan
kalimat “mendapati kejahatan (keburukan)”, maksudnya barang siapa yang
menemukan sesuatu yang tidak baik, maka hendaklah ia mencela dirinya sendiri.
Penggunaan kata penegasan dengan “janganlah sekali-kali” merupakan peringatan
agar jangan sampai terlintas di dalam hati orang yang mendapati sesuatu yang tidak
baik ada keinginan menyalahkan orang lain, tetapi hendaklah ia menyalahkan dirinya
sendiri.
Wallaahu a’lam.
25. BERSHADAQAH DARI KELEBIHAN HARTA
Syarhul Arba’iina Haditsan an Nawawiyah 37 of 67
Ibnu Daqiqil ‘Ied
Dari Abu Dzar radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, ia berkata:
Sesungguhnya sebagian dari para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Wahai Rasulullah, orang-orang
kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami
shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bershadaqah dengan
kelebihan harta mereka”. Nabi bersabda : “Bukankah Allah telah menjadikan bagi
kamu sesuatu untuk bershadaqah ? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah shadaqah,
tiap-tiap tahmid adalah shadaqah, tiap-tiap tahlil adalah shadaqah, menyuruh
kepada kebaikan adalah shadaqah, mencegah kemungkaran adalah shadaqah dan
persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah shadaqah “.
Mereka bertanya : “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami
memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
menjawab : “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram,
dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia
mendapat pahala”. (HR. Muslim)
Penjelasan :
Hadits ini menerangkan keutamaan tasbih dan semua macam dzikir, amar ma’ruf nahi
mungkar, berniat karena Allah dalam hal-hal mubah, karena semua perbuatan dinilai
sebagai ibadah bila dengan niat yang ikhlas. Hadits ini juga menunjukkan
dibenarkannya seseorang bertanya tentang sesuatu yang tidak diketahuinya kepada
orang yang berilmu, bila ia mengetahui bahwa orang yang ditanya itu menunjukkan
sikap senang terhadap permasalahan yang ditanyakan dan tidak dilakukan dengan cara
yang buruk, dan orang yang berilmu akan menerangkan kepadanya apa yang tidak
diketahuinya itu.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “menyuruh kepada kebaikan adalah
shadaqah, mencegah kemungkaran adalah shadaqah” menyatakan pengakuan bahwa
setiap orang yan melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar dipandang melakukan
shadaqah, yang hal ini akan memperjelas makna tasbih dan hal-hal yang disebut
sebelumnya, karena amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah fardhu kifayah, sekalipun
bisa juga menjadi fardhu ‘ain. Berbeda halnya dengan dzikir yang merupakan
perbuatan sunnah, pahala atas perbuatan wajib lebih banyak daripada perbuatan
sunnah, seperti yang disebutkan dalam sebuah Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh
Bukhari, Allah berfirman : “Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan
perbuatan yang Aku cintai yang Aku wajibkan kepadanya”.
Sebagian ulama berkata : “Pahala atas perbuatan wajib tujuh puluh derajat di atas
perbuatan sunnah, berdasarkan suatu Hadits”.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “persetubuhan salah seorang di antara kamu
(dengan istrinya) adalah shadaqah “. Telah disebutkan di atas bahwa perbuatan-
perbuatan mubah yang dilakukan dengan niat menaati aturan Allah adalah shadaqah.
Jadi, persetubuhan dinilai sebagai ibadah apabila diniatkan oleh seseorang untuk
memenuhi hak dan kewajiban suami istri secara ma’ruf atau untuk mendapatkan anak
yang shalih atau menjauhkan diri dari zina atau untuk tujuan-tujuan baik lainnya.
Pertanyaan shahabat : “Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami
memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
Syarhul Arba’iina Haditsan an Nawawiyah 38 of 67
Ibnu Daqiqil ‘Ied
menjawab : “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang
haram, dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal,
ia mendapat pahala” mengandung isyarat dibenarkannya melakukan qiyas dalam
hukum. Demikianlah pendapat para ulama pada umumnya kecuali aliran Zhahiri.
Tentang riwayat yang diperoleh dari para tabi’in dan lain-lain mengenai celaan
terhadap qiyas dalam hukum, maka yang dimaksud bukanlah qiyas yang populer
dikenal oleh para ahli fiqih mujtahid. Qiyas yang dimaksud adalah qiyasul ‘aksi (qiyas
sebaliknya, atau mafhum mukhalafah). Para ahli ushul berbeda pendapat dalam
mempraktekkan qiyas ini, tetapi Hadits di atas mendukung pendapat yang menjadikan
qiyas ini sebagai satu cara menetapkan hukum.
26. SEGALA MACAM PERBUATAN BAIK ADALAH SHADAQAH
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : ‘Setiap anggota badan manusia diwajibkan bershadaqah
setiap hari selama matahari masih terbit. Kamu mendamaikan antara dua orang (yang
berselisih) adalah shadaqah, kamu menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau
mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah shadaqah, berkata yang
baik itu adalah shadaqah, setiap langkah berjalan untuk shalat adalah shadaqah, dan
menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah shadaqah ”. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Penjelasan :
Dalam shahih Muslim disebut jumlah anggota badan ada tiga ratus enam puluh.
Qadhi ‘Iyadh berkata : “Pada asalnya kata “sulaama” bermakna tulang, telapak tangan,
jari-jari dan kaki, kemudian kata tersebut biasa dipakai dengan arti seluruh anggota
badan”.
Sebagian ulama berkata : “Yang dimaksud di sini adalah shadaqah anjuran atau
peringatan, bukan berarti shadaqah yang wajib. Sabda beliau “kamu mendamaikan
antara dua orang (yang berselisih) adalah shadaqah” yaitu mendamaikan keduanya
secara adil.
Pada Hadits lain riwayat Muslim disebutkan :
“Setiap anggota badan dari seseorang di antara kamu dapat berbuat shadaqah. Setiap
tasbih adalah shadaqah, setiap tahmid adalah shadaqah, setiap tahlil adalah shadaqah,
setiap takbir adalah shadaqah, amar ma’ruf adalah shadaqah, tetapi semuanya itu bisa
dicukupkan dengan (melakukan) dua raka’at shalat Dhuha”.
Maksudnya, semua shadaqah yang dilakukan oleh anggota badan tersebut dapat
diganti dengan dua raka’at shalat Dhuha, karena shalat merupakan kerja dari semua
anggota badan. Jika seseorang shalat, maka seluruh anggota badannya menjalankan
fungsinya masing-masing.
Wallahu a’lam.
Syarhul Arba’iina Haditsan an Nawawiyah 39 of 67
Ibnu Daqiqil ‘Ied
27. JAUHILAH PERBUATAN YANG MERESAHKAN
Dari An Nawas bin Sam'an radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
beliau bersabda: “Kebajikan itu keluhuran akhlaq sedangkan dosa adalah apa-apa
yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya”.
(HR. Muslim)
Dan dari Wabishah bin Ma’bad radhiyallahu anhu, ia berkata : “Aku telah datang
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, lalu beliau bersabda : ‘Apakah engkau
datang untuk bertanya tentang kebajikan ?’ Aku menjawab : ‘Benar’. Beliau bersabda :
‘Mintalah fatwa dari hatimu. Kebajikan itu adalah apa-apa yang menentramkan jiwa
dan menenangkan hati dan dosa itu adalah apa-apa yang meragukan jiwa dan
meresahkan hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka
membenarkannya”. (HR. Ahmad dan Darimi, Hadits hasan)
Penjelasan :
Sabda beliau “Kebajikan itu keluhuran akhlaq”, maksudnya ialah bahwa keluhuran
akhlaq adalah sebaik-baik kebajikan, sebagaimana sabda beliau “Haji adalah Arafah”.
Adapun kebajikan adalah perbuatan yang menjadikan pelakunya menjadi baik, selalu
berupaya mengikuti orang-orang yang berbuat baik, dan taat kepada Allah yang Maha
Mulia lagi Maha Tinggi.
Yang dimaksud dengan berakhlaq baik yaitu jujur dalam bermuamalah, santun dalam
berusaha, adil dalam hukum, bersungguh-sungguh dalam berbuat kebajikan, dan
beberapa sifat orang-orang mukmin yang Allah sebutkan di dalam surah Al Anfal :
“Orang-orang mukmin yaitu orang-orang yang ketika nama Allah disebut, hati mereka
gemetar, dan ketika ayat-ayat-Nya dibacakan kepada mereka, iman mereka bertambah,
dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Yaitu) mereka yang melaksanakan
shalat dan mengeluarkan infaq dari sebagian harta yang Kami berikan kepada mereka.
Mereka itulah orang-orang yang benar-benar mukmin”. (QS. 8 : 2-4)
Dan firman-Nya :
“Orang-orang yang bertobat, yang beribadah, yang memuji (Allah), yang
mengembara (di jalan Allah), yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf
dan mencegah berbuat mungkar, serta yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan
gembirakanlah orang-orang mukmin itu”. (QS. 9 : 112)
Dan firman-Nya :
“Sungguh beruntung orang-orang mukmin. (Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam
shalatnya dan orang-orang yang menunaikan zakat dan orang-orang yang menjaga
kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau terhadap budak yang mereka
miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari
selain dari itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-
orang yang memeliharaa amanat-amanat (yang diberikan kepadanya) dan janjinya
dan orang-orang yang akan mewarisi (Yaitu) mewarisi (surga) firdaus, mereka kekal
di dalamnya”. (QS. 23 : 1-10)
Syarhul Arba’iina Haditsan an Nawawiyah 40 of 67
Ibnu Daqiqil ‘Ied
Dan firman-Nya :
“Hamba-hamba Tuhan yang Maha Pengasih adalah mereka yang berjalan di atas
bumi dengan rasa rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka,
mereka menanggapinya dengan kata-kata yang baik”. (QS. 25 : 63)
Barang siapa yang merasa belum jelas mengenai sifat dirinya, maka hendaklah
bercermin pada ayat-ayat tersebut. Dengan adanya semua sifat itu pada dirinya
pertanda bahwa dia berakhlaq baik. Sebaliknya, jika semuanya tidak ada pada dirinya
pertanda dia berakhlaq buruk. Bila terdapat sebagian saja, maka hendaklah ia
bersungguh-sungguh memelihara yang ada itu dan mengupayakan yang belum ada
pada dirinya. Janganlah seseorang menganggap bahwa akhlaq baik itu hanyalah
bersifat lemah lembut kepada orang lain dan meninggalkan perbuatan-perbuatan keji
dan dosa saja, sebaliknya orang yang tidak seperti itu dianggap rusak akhlaqnya. Akan
tetapi, yang disebut akhlaq baik yaitu seperti yang telah kami sebutkan mengenai sifat-
sifat orang mukmin dan perilaku mereka. Termasuk akhlaq baik ialah sabar
menghadapi gangguan dalam menjalankan agama.
Dalam Hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa seorang Arab gunung
menarik selendang sutera Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sehingga memekas pada
bahu beliau, dan orang itu berkata : “Wahai Muhammad, serahkanlah kepadaku harta
Allah yang ada di tanganmu”. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menoleh
kepada orang itu, beliau kemudian tertawa dan menyuruh untuk memberi kepada
orang itu.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa
ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya” maksudnya adalah
perbuatan yang ditolak oleh hati nurani. Ini merupakan suatu pedoman untuk
membedakan antara dosa dan kebaikan. Dosa menimbulkan keraguan dalam hati dan
tidak senang jika orang lain mengetahuinya. Yang dimaksud dengan “orang lain” di
sini adalah orang-orang baik, bukan orang-orang yang telah rusak akhlaqnya.
Demikianlah yan disebut dosa, karena itu tinggalkanlah perbuatan tersebut.
Wallaahu a’lam.
28. BERPEGANG KEPADA SUNNAH RASULULLAH DAN KHULAFAUR
RASYIDIN
Abu Najih, Al ‘Irbad bin Sariyah ra. ia berkata : “Rasulullah telah memberi nasehat
kepada kami dengan satu nasehat yang menggetarkan hati dan membuat airmata
bercucuran”. kami bertanya ,"Wahai Rasulullah, nasihat itu seakan-akan nasihat dari
orang yang akan berpisah selamanya (meninggal), maka berilah kami wasiat"
Rasulullah bersabda, "Saya memberi wasiat kepadamu agar tetap bertaqwa kepada
Alloh yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan ta'at walaupun yang
memerintahmu seorang hamba sahaya (budak). Sesungguhnya barangsiapa diantara
kalian masih hidup niscaya bakal menyaksikan banyak perselisihan. karena itu
berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang lurus
(mendapat petunjuk) dan berpeganglah kamu dengan kepada sunnah-sunnah itu
dengan kuat. Dan jauhilah olehmu hal-hal baru karena sesungguhnya semua bid'ah
itu sesat." (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih)
Syarhul Arba’iina Haditsan an Nawawiyah 41 of 67
Ibnu Daqiqil ‘Ied
Penjelasan :
Pada sebagian sanad diriwayatkan dengan kalimat
“Sesungguhnya ini adalah nasihat dari orang yang akan berpisah selamanya
(meninggal). Lalu apa yang akan engkau pesankan kepada kami ?” Beliau bersabda,
“Aku tinggalkan kamu dalam keadaan terang benderang, malamnya seperti siang.
Tidak ada yang menyimpang melainkan ia pasti binasa”
Perkataan, “nasihat yang mengena” maksudnya adalah mengena kepada diri kita dan
membekas dihati kita. Perkataan, “yang menggetarkan hati kita” maksudnya
menjadikan orang takut. Perkataan,”yang mencucurkan air mata” maksudnya seolah-
olah nasihat itu bertindak sebagai sesuatu yang menakutkan dan mengancam.
Sabda Rasulullah, “Aku memberi wasiat kepadamu supaya tetap bertaqwa kepada
Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan mentaati”
maksudnya kepada para pemegang kekuasaan. Sabda Beliau, “Walaupun yang
memerintah kamu seorang budak”, pada sebagian riwayat disebutkan budak habsyi.
Sebagian Ulama berkata, “Seorang budak tidak dapat menjadi penguasa” kalimat
tersebut sekedar perumpamaan, sekalipun hal itu tidak menjadi kenyataan, seperti
halnya sabda Rasulullah, “Barangsiapa membangun masjid sekalipun seperti sangkar
burung karena Allah, niscaya Allah akan membangukan untuknya sebuah rumah di
surga”. Sudah tentu sangkar burung tidak dapat menjadi masjid, tetapi kalimat
perumpaan seperti itu biasa dipakai.
Mungkin sekali Rasulullah memberitahukan bahwa akan terjadinya kerusakan sehingga
sesuatu urusan dipegang orang yang bukan ahlinya, yang akibatnya seorang budak bisa
menjadi penguasa. Jika hal itu terjadi, maka dengarlah dan taatilah untuk menghindari
mudharat yang lebih besar serta bersabar menerima kekuasaan dari orang yang tidak
dibenarkan memegang kekuasaan, supaya tidak menimbulkan fitnah yang lebih besar.
Sabda Rasulullah, “Sungguh, orang yang masih hidup diantaramu nanti akan melihat
banyak perselisihan” ini termasuk salah satu mukjizat beliau yang mengabarkan
kepada para shohabatnya akan terjadinya perselisihan dan meluasnya kemungkaran
sepeninggal beliau. Beliau telah mengetahui hal itu secara rinci , tetapi beliau tidak
menceritakan hal itu secara rinci kepada setiap orang, namun hanya menjelaskan secara
global. Dalam beberapa hadits ahad disebtukan beliau menerangkan hal semacam itu
kepada Hudzaifah dan Abu Hurairah yang menunjukkan bahwa kedua orang itu
memiliki posisi dan tempat yang penting disisi Rosululloh .
Sabda Beliau, “Maka wajib atas kamu memegang teguh sunnahku” sunnah ialah jalan
lurus yang berjalan pada aturan-aturan tertentu, yaitu jalan yang jelas.
Sabda Beliau, “dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk”
maksudnya mereka yang senantiasa diberi petunjuk. Mereka itu ada 4 orang,
sebagaimana ijma’ para ulama, yaitu Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan Ali ra. Rasululloh
menyuruh kita teguh mengikuti sunnah Khulafaur Rasyidin karena dua perkara :
Pertama, bagi yang tidak mampu berpikir cukup dengan mengikuti mereka.
Kedua, menjadikan pendapat mereka menjadi pilihan utama bila terjadi perselisihan
pendapat diantara para shahabat.
Sabdanya “ Jauhilah olehmu perkara-perkara yang baru “. Ketahuilah bahwa perkara
yang baru itu ada dua macam.
Pertama, perkara baru yang tidak punya dasar syari’at, hal semacam ini bathil lagi
tercela.
Kedua, perkara baru yang dilakukan dengan membandingkan dua pendapat yang
setara, perkara baru semacam ini tidak tercela. Kata-kata “perkara baru atau bid’ah” arti
Syarhul Arba’iina Haditsan an Nawawiyah 42 of 67
Ibnu Daqiqil ‘Ied
asalnya bukanlah perbuatan yang tercela. Akan tetapi, bila pengertiannya ialah
menyalahi Sunnah dan menuju kepada kesesatan, maka dengan pengertian semacam
itu menjadi tercela, sekalipun secara harfiah makna kata tersebut sama sekali tidak
tercela, karena Allah pun di dalam firman-Nya menyatakan : “Tidak datang kepada
mereka suatu ayat Al Qur’an pun yang baru dari Tuhan mereka” (QS. Al Anbiyaa’ :2)
Juga perkatan ‘Umar ra.: “Bid’ah yang sebaik-baiknya adalah ini”, yaitu shalat tarawih
berjama’ah.
Wallaahu a’lam.
29. SHALAT LAIL MENGHAPUSKAN DOSA
Dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata : Aku berkata : “Ya Rasulullah, beritahukanlah
kepadaku suatu amal yang dapat memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkan
aku dari neraka”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab, “Engkau telah
bertanya tentang perkara yang besar, dan sesungguhnya itu adalah ringan bagi orang
yang digampangkan oleh Allah ta’ala. Engkau menyembah Allah dan jangan
menyekutukan sesuatu dengan-Nya, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat,
berpuasa pada bulan Ramadhan, dan mengerjakan haji ke Baitullah”. Kemudian beliau
bersabda : “Inginkah kuberi petunjuk kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa itu
adalah perisai, shadaqah itu menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan
api, dan shalat seseorang di tengah malam”. Kemudian beliau membaca ayat :
“Tatajaafa junuubuhum ‘an madhaaji’… hingga …ya’maluun“. Kemudian beliau
bersabda: “Maukah bila aku beritahukan kepadamu pokok amal tiang-tiangnya dan
puncak-puncaknya?” Aku menjawab : “Ya, wahai Rasulullah”. Rasulullah bersabda :
“Pokok amal adalah Islam, tiang-tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah
jihad”. Kemudian beliau bersabda : “Maukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci
semua perkara itu?” Jawabku : “Ya, wahai Rasulullah”. Maka beliau memegang
lidahnya dan bersabda : “Jagalah ini”. Aku bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah kami
dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?” Maka beliau bersabda : “Semoga
engkau selamat. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada
yang meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka, selain ucapan lidah mereka?”
(HR. Tirmidzi, ia berkata : “Hadits ini hasan shahih)
Penjelasan :
Sabda beliau “engkau telah bertanya tentang perkara yang besar, dan sesungguhnya
itu adalah ringan bagi orang yang digampangkan oleh Allah ta’ala”, maksudnya bagi
orang yang diberi taufiq oleh Allah kemudian diberi petunjuk untuk beribadah kepada-
Nya dengan menjalankan agama secara benar, yaitu menyembah kepada Allah tanpa
sedikit pun menyekutukan-Nya dengan yang lain.
Kemudian sabda beliau “mengerjakan shalat”, yaitu melaksanakannya dengan cara
dan keadaan paling sempurna. Kemudian beliau menyebutkan syari’at-syari’at Islam
yang lain, seperti zakat, puasa dan haji.
Kemudian sabda beliau “inginkah kuberi petunjuk kepadamu pintu-pintu kebaikan?
Puasa itu adalah perisai”, maksudnya adalah selain puasa Ramadhan, karena puasa
yang wajib telah diterangkan sebelumnya. Jadi, maksudnya ialah banyak berpuasa
Syarhul Arba’iina Haditsan an Nawawiyah 43 of 67
Ibnu Daqiqil ‘Ied
sunnat. Perisai maksudnya ialah puasa itu menjadi tirai dan penjaga dirimu dari siksa
neraka.
Kemudian sabda beliau “shadaqah itu menghapuskan kesalahan”. Maksud shadaqah
di sini adalah zakat.
Sabda beliau “shalat seseorang di tengah malam”.
Kemudian beliau membaca ayat :
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a kepada
Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezki yang kami berikan kepada mereka. Maka suatu jiwa tidak dapat mengetahui
apa yang dirahasiakan untuk mereka, yaitu balasan yang menyejukkan mata, sebagai
ganjaran dari amal yang telah mereka lakukan”.
(QS. As Sajadah 32 : 16-17)
maksudnya orang yang shalat tengah malam, dia mengorbankan kenikmatan tidurnya
dan lebih mengutamakan shalat karena semata-mata mengharapkan pahala dari
Tuhannya, seperti tersebut pada firman-Nya : “Maka suatu jiwa tidak dapat
mengetahui apa yang dirahasiakan untuk mereka, yaitu balasan yang menyejukkan
mata, sebagai ganjaran dari amal yang telah mereka lakukan”. Dalam beberapa riwayat
disebutkan bahwa Allah sangat membanggakan orang-orang yang melakukan shalat
malam di saat gelap dengan firman-Nya dalam sebuah Hadits Qudsi : “Lihatlah
hamba-hamba-Ku ini. Mereka berdiri shalat di gelap malam saat tidak ada siapa pun
melihatnya selain Aku. Aku persaksikan kepada kamu sekalian (para malaikat)
sungguh Aku sediakan untuk mereka negeri kehormatan-Ku”.
Sabda beliau : “Maukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?”
Jawabku : “Ya, wahai Rasulullah”. Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda :
“Jagalah ini”. Aku bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa)
karena apa yang kami katakan?” Maka beliau bersabda : “Semoga engkau selamat.
Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang
meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka, selain ucapan lidah mereka?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengumpamakan perkara ini dengan unta
jantan dan Islam dengan kepala unta, sedangkan hewan tidak akan hidup tanpa kepala.
Kemudian sabda beliau “tiang-tiangnya adalah shalat”. Tiang suatu bangunan adalah
alat penyangga yang menegakkan bangunan tersebut, karena bangunan tidak akan
dapat berdiri tegak tanpa tiang.
Sabdanya “puncaknya adalah jihad”, artinya jihad itu tidak tertandingi oleh amal-amal
lainnya, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Ia berkata bahwa ada seseorang
lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu berkata :
“Tunjukkan kepadaku amal yang sepadan dengan jihad”. Sabda beliau : “Tidak aku
temukan”. Kemudian sabda beliau : “Adakah engkau sanggup masuk ke dalam masjid,
lalu kamu melakukan shalat Lail tanpa henti dan puasa tanpa berbuka selama seorang
mujahid pergi (berperang)?” Orang itu menjawab : “Siapa yang sanggup berbuat
begitu!”
Sabdanya : “maukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?”
Jawabku : “Ya, wahai Rasullah”. Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda :
Syarhul Arba’iina Haditsan an Nawawiyah 44 of 67
Ibnu Daqiqil ‘Ied
“Jagalah ini”, maksudnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menggalakkan dia
pertama kali untuk berjihad melawan orang kafir, kemudian dialihkan kepada jihad
yang lebih besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu, menahan perkataan yang
menyakitkan atau menimbulkan kerusakan karena sebagian besar manusia masuk
neraka karena lidahnya.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Semoga engkau selamat. Adakah yang
menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang meriwayatkan batang
hidungnya) di dalam neraka, selain ucapan lidah mereka?” Penjelasannya telah ada
pada Hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang berbunyi :
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah ia berkata baik atau
diam”.
Demikian juga pada Hadits lain disebutkan :
“Barang siapa memberi jaminan kepadaku untuk menjaga apa yang ada di antara kedua
bibirnya dan apa yang ada di antara kedua pahanya, maka aku jamin dia masuk surga”
0 komentar:
Posting Komentar