b.Macam-Macam Hadits Shahih
Hadits shahih dibagi menjadi dua macam, yaitu hadits shahih lidzatihi dan hadits shahih lighairihi. Yang dimaksud dengan hadits shahih lidzatihi adalah hadits yang karena keadaan dirinya sendiri telah memenuhi sepenuhnya lima syarat hadits shahih sebagaimana dijelaskan di atas. Sedangkan yang dimaksud dengan hadits shahih lighairihi adalah hadits yang pada dirinya sendiri belum mencapai tingkatan shahih, misalnya hanya berkualitas hasan lidzatihi, lalu ada petunjuk atau dalil lain yang menguatkannya. Misalnya, dua buah hadits yang semakna dan sama-sama berkualitas hasan lidzatihi, atau sebuah hadits hasan lidzatihi kemudian terdapat ayat al-Qur’an yang bersesuaian dengan hadits tersebut, maka kualitas hadits tersebut meningkat menjadi shahih lighairihi.
c.Kedudukan Hadits Shahih
Para ahli hadits sepakat bahwa hadits shahih wajib untuk diterima. Para ulama ushul fiqh dan fiqh juga sepakat bahwa hadits shahih bisa dijadikan landasan hukum Islam, dan tidak diperkenankan bagi seorang muslim untuk meninggalkannya.
Jika terdapat sebuah statemen bahwa ini adalah hadits shahih maka artinya, hadits tersebut sanadnya bersambung dengan sifat-sifat perawi seperti yang telah dijelaskan di atas.Sebaliknya, jika terdapat pernyataan, “ini adalah hadits tidak shahih”, mengandung arti bahwa hadits tersebut belum memenuhi syarat-syarat hadits shahih di atas baik seluruhnya atau sebagian saja.Tetapi, menurut Ibnu Shalah, tidak bisa dihukumi secara mutlak bahwa hadits tersebut adalah bohong/palsu karena bisa saja perawi yang tidak memenuhi persyaratan di atas meriwayatkan hadits yang shahih. Maka cukup dikatakan bahwa hadits tersebut tidak memenuhi persyaratan shahih seperti yang dijelaskan di atas.Hal ini disebabkan karena para ahli hadits sangat teliti dan berhati-hati dalam menilai sebuah hadits.
d.Tingkatan Hadits Shahih
Banyak ulama telah menyebutkan dan menjelaskan silsilah sanad yang paling shahih.Dari sini bisa ditarik kesimpulan tingkatan hadits shahih.
Tingkatan yang paling tinggi adalah hadits shahih yang diriwayatkan dengan sanad yang paling shahih, seperti Malik dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar.Tingkatan berikutnya adalah hadits shahih yang sanadnya/perawinya secara kualitas di bawah sanad yang paling shahih, seperti riwayat Hamad ibnu Salamah dari Tsabit dari Anas.Tingkatan berikutnya adalah hadits shahih yang perawinya di bawah tingkatan sebelumnya secara kualitas, seperti riwayat Suhail ibnu Abi Shalih dari ayahnya dan Abi Hurairah.
Berdasarkan tingkatan silsilah sanad yang dikemukakan para ulama, dan jika melihat pola sanad dari kitab-kitab hadits, dapat diambil kesimpulan bahwa hadits shahih dibagi menjadi tujuh tingkatan:
1. Bila diriwayatkan dengan sanad-sanad dari “ashahhul asanid” (sanad paling shahih) seperti Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar.
2. Bila disepakati oleh Bukhari dan Muslim (muttafaq’alaih).
3. Bila diriwayatkan oleh Bukhari saja.
4. Bila diriwayatkan oleh Muslim saja.
5. Bila sesuai syarat keduanya meskipun tidak diriwayatkan oleh keduanya.
6. Bila sesuai syarat Bukhari saja meskipun tidak diriwayatkan olehnya.
7. Bila sesuai syarat Muslim saja meskipun tidak diriwayatkan olehnya.
8. Apabila shahih menurut para ulama selain Bukhari dan Muslim (seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban), dan tidak sesuai syarat keduanya.
2. Bila disepakati oleh Bukhari dan Muslim (muttafaq’alaih).
3. Bila diriwayatkan oleh Bukhari saja.
4. Bila diriwayatkan oleh Muslim saja.
5. Bila sesuai syarat keduanya meskipun tidak diriwayatkan oleh keduanya.
6. Bila sesuai syarat Bukhari saja meskipun tidak diriwayatkan olehnya.
7. Bila sesuai syarat Muslim saja meskipun tidak diriwayatkan olehnya.
8. Apabila shahih menurut para ulama selain Bukhari dan Muslim (seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban), dan tidak sesuai syarat keduanya.
e. Tingkatan Para Perawi
1. Di antara mereka Ats-Tsabt (yang teguh), Al-Hafizh (yang hafalannya kuat), Al-Wari’ (yang saleh), Al-Mutqin (yang teliti), An-Naqid (yang kritis terhadap hadits).Yang mendapat predikat demikian ini tidak lagi diperselisihkan, dan dijadikan pegangan atas Jahr dan Ta’dil-nya, dan pendapatnya tentang para perawi dapat dijadikan sebagai hujjah.
2. Di antara mereka ada yang memiliki sifat Al-’Adl dalam dirinya, tsabt teguh dalam periwayatannya, shaduq jujur dan benar dalam penyampaiannya, wara’ dalam agamanya, hafizh dan mutqin pada haditsnya.Demikian itu adalah perawi yang ‘adil yang bisa dijadikan hujjah dengan haditsnya, dan dipercaya pribadinya.
3. Di antara mereka ada yang shaduq, wara’, shaleh dan bertaqwa, tsabt namun terkadang salah periwayatannya.Para ulama yang peneliti hadits masih menerimanya dan dapat dijadikan sebagai hujjah haditsnya.
4. Di antara mereka ada yang shaduq, wara’, bertaqwa namun seringkali lalai, ragu, salah, dan lupa.Yang demikian ini boleh ditulis haditsnya bila terkait dengan targhib (motivasi) dan tarhib (ancaman), kezuhudan, dan adab, sedangkan dalam masalah halal dan haram tidak boleh berhujjah dengan haditsnya.
5. Adapun orang yang nampak darinya kebohongan maka haditsnya ditinggalkan dan riwayatnya dibuang.
(Muqadimah Al-Jarh wa At-Ta’dil:1/10)
(Muqadimah Al-Jarh wa At-Ta’dil:1/10)
f.Buku-Buku Kumpulan Hadits Shahih
Kitab pertama yang merupakan kumpulan hadits shahih adalah Shahih Bukhari, kemudian Shahih Muslim.Dua kitab ini adalah kitab yang paling shahih setelah al-Qur’an, dan para ulama telah bersepakat untuk menerimanya.Namun para ulama berpendapat bahwa kitab shahih bukhari lebih kuat dari shahih muslim karena hadits bukhari lebih kuat jika ditinjau dari ketersambungan sanad dan kualitas perawinya. Lebih dari itu, jumlah hadits shahih bukhari juga lebih banyak dari shahih muslim.
Perlu dicatat di sini bahwa hadits shahih yang tidak terdapat pada kitab shahih bukhari dan shahih muslim jumlahnya lebih banyak. Hadits-hadits tersebut bisa ditemukan pada kitab-kitab lain yang mu’tamad dan masyhur seperti Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, Mustadrak al-Hakim, Sunan al-Arba’ah, Sunan Addaruquthni, Sunan Baihaqi, dan lain sebagainya.
2. Cara mengukur kesohihan hadis
Untuk mengetahui suatu hadis itu apakah shahih atau tidak, kita bisa melihat dari beberapa syarat yang telah tercantum dalam sub yang menerangkan hadis shahih. Apabila dalam syarat-syarat yang ada pada hadis shahih tidak terpenuhi, maka secara otomatis tingkat hadts itu akan turun dengan sendirinya. Semisal kita meneliti sebuah hadis, kemudian kita temukan salah satu dari perawi hadis tersebut dalam kualitas intelektualnya tidak sempurna. Dalam artian tingkatdlabidnya berada pada tingkat kedua (lihat tingkatan dlabid pada bab hadis shahih), maka dengan sendirinya hadis itu masuk dalam kategori hadis sahih ligoirihi. Dan apabila ada sebuah hadis yang setelah kita teliti kita tidak menemukan satu kelemahanpun dan tingkatan para perawi hadis juga menempati posisi yang pertama , maka hadis itu dikatakan sebagai hadis sahih lizatihi.
Untuk hadis sahih ligoirihi kita bisa merujuk pada ketentuan-ketentuan yang termuat dalam pengertian dan kriteria-kriteria hadits hasan lizatihi. Apabila hadis itu terdapat beberapa jalur maka hadis itu akan naik derajatnya menjadi hadis sahih ligoirihi. Dengan kata lain kita dapat menyimpulkan apabila ada hadis hasan akan tetapi hadis itu diriwayatkan oleh beberapa rawi dan melalui beberapa jalur, maka dapat kita katakan hadis tersebut adalah hadis sahih ligoirihi.
Adapun derajat hadis hasan sama dengan hadis sahih dalam segi kehujjahannya, sekalipun dari sisi kekuatannya berada di bawah hadis shahih. Oleh karena itu mayoritas Fuqaha, Muhadisin dan Usuliyyin (ahli Ushul) berpendapat bahwa hadis hasan tetap dijadikan sebagai hujjah dan boleh mengamalkannya.
Pendapat berbeda datang dari kelompok ulama Al-Mutasyaddidun (garis keras) yang menyatakan bahwa hadis hasan tidak ada, serta tidak dapat dijadikan hujjah.Sementara ulama Al-Mutasahilun (moderat) seperti al-Hakim, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah dll justru mancantumkannya ke dalam jenis hadis yang bisa dijadikan sebagai hujjah walupun tingkatannya dibawah hadis sahih.
3.Ashahhul asanid (sanad-sanad paling sahih)
Para ulama’ berusaha keras mengkomparasikan antar perawi-perawi yang maqbul dan mengetahui sanad –sanad yang memuat drajat diterima secara maksimal kerena perawinya terdiri dari orang –orang terkenal dengan keilmuan, kedobitan dan keadilannya dengan yang lainnya. Mereka menilai bahwa sebagian sanad sahih merupakan tingkat tertinggi dari pada sanad lainnya,karena memenui syarat syarat maqbul secara maksimal dan kesempurnaan para perowinya dalam hal kreteri-kereterianya. Mereka kemudian menyebutnya asahhul asnid.Ada perbedaan pendapat dikalangan ulama’ mengenai hal itu. Sebagian mengatakan, ashahhul asanid adalah :
1. Riwayat ibn syibah az-zuhriy dari salim ibn abdillah ibn umar dari ibn umar. Sebagian lain mengatakan, asahhul asanid adalah riayat sulaiman al-A’masi dari Ibrahim an-nakha’iy dari ‘Al qomah ibn Qois Abdullah ibn mas’ud.
2. Imam bukhari dan yang lain mengatakan, sahahhul asnid adalah riwayat imam malaik ibn anas dari nafi’ maula ibn umar dari ibn umar. Dan karena imam asy-syafi’Iy merupakan orang yang paling utama yang meriwayatkan dari imam malik, dan imam ahmad merupakan orang yang paling utama yang meriwayakan dari imam syafi’iy,maka sebagian ulama’ muta’akhirin cenderung menilai bahwa ashahhul asanid adalah riwayat imam ahmad dari imam syafi’I dari imam malik dari nafi’ dari ibn umar ra.inilah yang disebut dengan silsilah adz- dzahab (rantai emas).
Untuk memudahkan mengetahui ashahhul asanid dan meredam silang dikalangan ulama’ mengenai hal ini, maka abu abdillah al-hakim mamandang perlu menghususkannya dengan sahabat tertentu atau negeri tertentu.
4.makna pernyataan ulama’ tentang shahihul isnad dan ashahhu syai’in fi al-bab
Dari uraian diatas kita bisa mengetahui, bahwa hadits yang memenui kelima syarat diatas dinilai shahih.Dan ulama’ menilai wajib mengamalkannya. Akan tetapi para kritikus hadits lebih memilih sebutan ’’ hadits shohihul isnad “ dari pada sebutan “hadits shohih”, karena kawatir matannya syadz atau mu’allal, sehinga yang shohih hanya sanadnya. Dalam kondisi seperti ini tidak ada kelaziman hubungan antara keshahihin sanad keshahihan matan. Syaikhul Islam Ibn Hajar mengatakan, yang tidak syak lagi adalah seorang imam diantara mereka tidak berlih dengan sebutan ”shahih” kesebutan “shahihul isnad”, kecuali karna alas an tertuntu.8 namun bila yang mengatakan itu adalah perowi yang hafidz lagi bias dipercaya, tanpa menyebut ‘illah qodihah terhadap hadits bersngkutan, maka jelas menunjukkan keshahihan pula.
Sebagian para ulama’ muta’akhirin ketika menshahihkan sebagian hadits akan mengetakan “shahihul isnad”. Hal ini disebabkan oleh kewira’ian dan kehati-hatian mereka.Namun kita tidak perlu ragu, bahwa yang mereka maksud adalah hadits shahih.
Sebagian para ulama’ muta’akhirin ketika menshahihkan sebagian hadits akan mengetakan “shahihul isnad”. Hal ini disebabkan oleh kewira’ian dan kehati-hatian mereka.Namun kita tidak perlu ragu, bahwa yang mereka maksud adalah hadits shahih.
5. PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas, penulis dapat menyampaikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Syarat-syarat hadits shahih ada lima, yaitu; sanadnya harus bersambung, perawinya harus adil, dhabith, tidak terdapat ‘illah di dalamnya, dan tidak juga terdapat syudzud.
2. Hadits shahih terbagi menjadi dua macam, yaitu; hadits shahih lidzatihi dan hadits shahih lighairihi.
3. Hadits shahih adalah hadits yang sangat kuat secara sanad dan matan, oleh karena itu ia termasuk hadits maqbul. Yang secara epistemologis bisa dijadikan landasan hukum Islam dan wajib diamalkan.
4. Ditinjau dari kekuatannya, hadits shahih terbagi menjadi beberapa tingkatan. Yang paling tinggi adalah shahih bukhari dan muslim, shahih bukhari, shahih muslim, shahih berdasarkan persyaratan bukhari muslim, shahih berdasarkan persyaratan bukhari, shahih berdasarkan persyaratan muslim, dan hadits shahih yang tidak memenuhi persyaratan keduanya, sperti shahih menurut ibnu khuzaimah dan ibnu Hibban.
5. Terdapat banyak sekali kitab-kitab yang merupakan kumpulan hadits shahih. Di antaranya adalah kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Mustadrak al-Hakim, Shahih ibnu Hibban, dan Shahih ibnu Khuzaimah.
DAFTAR BACAAN:
0 komentar:
Posting Komentar