Para Sufi tampil pada masa-masa terutama dalam Islam awal. Mereka telah
menghasilkan para teolog, penyair dan ilmuwan. Mereka menerima teori atom dan
merumuskan teori evolusi lebih enam ratus tahun sebelum Darwin. Mereka
dihormati sebagai orang suci, dihukum mati dan dituduh ahli bid'ah. Mereka
mengajarkan bahwa hanya ada satu kebenaran mendasar dari setiap agama.
Sebagian Sufi menyatakan, "Aku tidak mempercayai apa pun." Sementara Sufi lain
mengatakan, "Aku mempercayai segala sesuatu." Yang lain lagi mengatakan, "Tidak
ada sikap sembarangan di antara para Sufi," dan ada pula yang berkata, "Tidak ada
Sufi tanpa humor." Skolastisisme dan mistisisme bertentangan satu sama lain.
Namun di antara para Sufi, ada yang mendirikan madzhab. Apakah ini adalah
madzhab-madzhab Muslim? Tidak, mereka adalah orang-orang Kristen yang
dihubungkan dengan para pengikut St. Agustinus dan St. John of the Cross, seperti
Profesor Palacios dan tokoh ternama lainnya. Sementara dari mistik Timur, Sufi
kini muncul sebagai pengimbang mistikus dan filosuf Katholik. Ijinkanlah di sini
kami menambahkan beberapa contoh. Kopi yang kita minum secara tradisional
pertama kali diminum para Sufi untuk memperkuat kesadaran. Kita mengenakan
pakaian ala mereka (kemeja, ikat pinggang, celana panjang). Kita mendengarkan
musik mereka (musik irama Andalusia, musik birama, lagu-lagu cinta). Kita menari
tarian mereka (Waltz, tarian Morris). Kita membaca kisah-kisah mereka (Dante,
Robinson Crusoe, Chaucer, William Tell). Kita menggunakan ungkapan-ungkapan
esoteris mereka ("momen kebenaran", "ruh", "manusia sempurna" [insan kamil]);
dan kita memainkan permainan mereka (kartu).9 Bahkan kita menjadi anggota
kelompok turunan mereka, seperti freemasonry dan ordo-ordo Ksatria. Unsur-unsur
Sufi tersebut akan kami kaji dalam bab-bab selanjutnya.
www.tris.co.nr
59
Mahkota Sufi – Menembus Dunia Ekstra Dimensi
Biarawan di tempat persemediannya, Fakir di puncak gunung, saudagar di tokonya,
raja dengan singgasananya -- semuanya mungkin menjadi Sufi, namun bukan
penganut Sufisme. Tradisi Sufi memang ada, namun Sufisme itu laksana adonan
asam ("Sufisme laksana ragi") dalam setiap masyarakat. Jika tradisi Sufi itu selalu
menjadi bidang kajian akademis yang rumit, karena sebagai suatu subyek
penelitian ia sama sekali berbeda dengan skolastisisme. Tingkat kemajemukannya
itu sulit untuk disistematisasikan dalam bentuk semi-permanen sehingga mudah
diteliti. Menurut Sufi sendiri, "Sufisme adalah suatu petualangan hidup,
petualangan penting."
Jika Sufisme itu merupakan suatu petualangan, suatu cita-cita menuju
kesempurnaan manusia yang dicapai melalui pencerahan dan pengembangan fungsi
organis, keutuhan dan nasib kemanusiaan, lalu mengapa ia begitu sulit dipahami,
dilacak asal-usulnya, ditunjukkan bukti-buktinya? Ya, memang demikian, karena
Sufisme ada dalam setiap masyarakat dan setiap zaman sehingga ia mempunyai
keberagaman sedemikian rupa -- dan inilah salah satu rahasianya. Sang Sufi tidak
membutuhkan masjid, bahasa Arab, serangkaian doa-doa, buku-buku filsafat,
bahkan stabilitas sosial, karena hubungannya dengan kemanusiaan bercorak
evolusioner dan adaptif. Sufi tidak bergantung pada reputasi karena
kemampuannya memeragakan kekuatan magis dan keajaiban -- hal ini tidak lebih
dari kegiatan insidentil, meskipun ia mungkin mendapatkan reputasi untuk itu.
Sementara ahli sihir dari sistem mistik lainnya bertolak dari tujuan yang berbeda.
Reputasinya diandalkan dan mungkin didukung keajaibannya. Sufi pun mempunyai
reputasi, namun tetap bersifat sekunder dalam keseluruhan amalnya.
Keberadaannya merupakan suatu peran dari organisme Sufi.
Otoritas moral atau kepribadian yang menarik dari para Sufi bukan tujuan utama
mereka, namun hasil pencapaian batiniah dan refleksi perkembangan mereka.
Seorang Sufi berkata, "Seandainya laron bisa berpikir, ia mungkin akan benar-benar
percaya bahwa nyala api lilin itu sangat penting, karena ia menunjukkan
kesempurnaan. Nyala api itu sebenarnya hasil dari lilin, sumbu dan percikan api.
Apakah manusia itu masih mencari nyala api atau percikan api? Amatilah laron itu.
Karena dikelabui nyala api, nasibnya pasti engkau ketahui, namun tak disadari
olehnya." (Tongue of the Dumb, dikutip Paiseem).
Tentu saja Sufi dinilai di dunia luar dari apa yang dilakukan dan dikatakannya. Ada
suatu anggapan bahwa ia adalah seorang jutawan. Para pengamat yang berpikir
bahwa ia menjadi seorang jutawan karena cara hidupnya, yaitu Sufisme, mungkin
menganggap fenomena itu sebagai proses menjadi seorang jutawan. Namun
menurut Sufi, hal itu adalah realisasi batiniah dan evolusi melalui pencapaian
batiniahnya. Uang mungkin merupakan suatu refleksi lahiriah, namun sangat tidak
berarti dibandingkan pengalaman-pengalaman Sufi. Hal ini bukan berarti,
sebagaimana diasumsikan banyak orang bahwa ia adalah seorang jutawan yang
telah dipengaruhi mistisisme, dan bahwa uang tidak berarti baginya.
Perkembangan sedemikian rupa tidak mungkin bagi Sufi, karena materi dan
metafisika berkaitan dalam suatu kondisi terbaik yang dipandang sebagai suatu
rangkaian. Ia mungkin menjadi jutawan yang tidak saja kaya materi, namun
jiwanya tetap utuh. Banyak orang merasa kesulitan untuk memahami fakta sangat
penting yang hanya digunakan untuk berbagai kepentingan oleh mereka.
www.tris.co.nr
60
0 komentar:
Posting Komentar