Persia, Yunani, Arab, Mesir, Spanyol dan Inggris.
Ada tingkatan guru teolog Sufi, seorang pemimpin gerakan banditti, para budak,
tentara, pedagang, menteri, raja dan seniman. Namun hanya dua tokoh yang
terkenal di kalangan pembaca Barat. Mereka adalah penyair dan ahli matematika
Omar Khayyam dari Persia dan Pangeran Abu ben-Adham dari Afghanistan -- subyek
dari sebuah syair Leigh Hunt: 'Abu ben Adham, mungkin sukunya meningkat ..."
Di antara tokoh-tokoh yang dipengaruhi secara langsung oleh Sufisme adalah
Raymond Lully, Goethe, Presiden de Gaulle (Presiden Perancis setelah Perang
Dunia Kedua, pent. ) dan Dag Hammerskjold dari Perserikatan Bangsa Bangsa.
Lantaran seringkali menulis di bawah ancaman penganiayaan, para Sufi telah
mempersiapkan buku yang menyesuaikan praktek mereka dengan ortodoksi dan
mempertahankan penggunaan citra yang menyenangkan. Untuk mengaburkan
makna dari berbagai faktor ritualistik atau untuk memenuhi kebutuhan penting
para penghimpun karya ikhtisar Sufi, mereka mewarisi berbagai manuskrip tentang
hakikat ajaran Sufi yang hanya bisa disaring oleh mereka yang membutuhkan
perlengkapan. Dengan menyesuaikan karya mereka dengan berbagai tempat, masa
dan kecenderungan, selanjutnya mereka menekankan peran asketisme, kesalehan,
musik dan tari, bertapa dan hidup bermasyarakat. Namun hanya karya tulis Sufi
yang sopan dan religius beredar di luar lingkungan Sufi.
Seseorang yang mungkin sama sekali tidak mengetahui koherensi di batik ajaran
Sufi dan belum mengapresiasi karya para penyair besar Sufi, selalu ditunjukkan
oleh para penterjemah. Gertrude Bell, seorang mahasiswi tekun dan penterjemah
karya-karya Hafizh ke dalam bahasa Inggris, disanjung oleh Orientalis Sir Denison
Ross karena kesarjanaan dan penilaiannya. Namun ia adalah orang pertama yang
mengakui bahwa, "Sebenarnya kita akan menemukan kesulitan untuk menentukan
dasar apresiasi karya Hafizh di Timur, dan para sahabat sebangsanya menjadikan
ajarannya tidak mungkin dipahami."5
Berikut ini membuat semua orang lebih tertarik pada sorotan Gertrude Bell di
kegelapan, ketika ia mencoba mengemukakan beberapa opini tentang apa yang
sebenarnya sedang dijelaskan Hafizh, "Dari sudut pandang kami, matahari
filsafatnya tampak bahwa ada sedikit kepastian yang dapat kita ketahui, bahwa hal
kecil harus selalu menjadi obyek dari setiap hasrat manusia. Sementara setiap
orang akan melakukan pencarian itu di jalan yang berbeda. Tak seorang pun akan
mudah menemukan jalannya, jika ia bijak mungkin mendapatkan manfaat karena
www.tris.co.nr
54
Mahkota Sufi – Menembus Dunia Ekstra Dimensi
kerja kerasnya menyusuri tepi jalan."6 Bell tidak melihat aktifitas Sufi sebuah
proses -- sebagaimana para Sufi memandangnya -- namun berhasil memandang
sekilas ciri khas dan utuh dari pemikiran Sufistik Hafizh dalam membahas dan
melihat sebuah panorama pemikiran manusia yang hadir di hadapan kita dan tentu
saja mempunyai jangkauan masa depan baginya:
Itu seolah-olah mata batinnya, yang dianugerahi dengan ketajaman pandangan
mengagumkan. Ia telah merasuk ke dalam wilayah-wilayah pemikiran yang pada
masa berikutnya menjadi asing bagi kita.7
Pandangan visioner Hafizh sangat kuat untuk diabaikan, namun ia juga
mengejutkan. Gertrude Bell ternyata tidak mencapai kesimpulan apa pun.
Kembali pada kisah gajah di atas. Para sarjana ternyata lebih suka bersikap
eklesiastik (sikap pendeta gereja) dibandingkan bersikap doktriner. Bagi Sufi,
kedua sikap ini sama saja dengan para pengunjung kandang gajah itu. Mungkinkah
mereka semua sebenarnya memandang salah satu bagian keseluruhan? Para Sufi
berkata, "Ia bukan sebuah agama, ia adalah agama," dan "Sufisme adalah esensi
dari semua agama." Lalu apakah di antara para Sufi atau lainnya, ada sebuah
tradisi, ada sebuah ajaran rahasia yang diturunkan melalui penobatan dan
dilestarikan melalui rantai transmisi; sebuah ajaran rahasia yang mungkin
menjelaskan sesuatu kepada para pengamat sesuai dengan prasangkanya yang
hampir melihat setiap bentuk agama dalam berbagai karya tulis Sufi?
Untuk menjawab hal ini, kita seharusnya mengacu pada berbagai pendapat Sufi
yang biasanya disalahpahami oleh murid-murid non-Sufi. Demikian pula kita
seharusnya mengikuti tradisi dari madzhab-madzhab lainnya maupun transmisi
kepercayaan di abad-abad pertengahan dan masa lain menyangkut ajaran batiniah
dibalik agama formal. Pencarian ini sama sekali bukan suatu pencarian yang
membosankan.
Menurut Syekh Abu al-Hasan Fusyanji, "Dulu Sufi adalah realitas tanpa nama. Kini
ia nama tanpa realitas." Secara lahiriah, pernyataan ini biasanya dianggap berarti
bahwa orang-orang menyebut diri mereka sebagai Sufi sebenarnya, sementara
pencarian sejati dari para Sufi tidak dipahami. Meskipun hal ini mungkin juga
merupakan suatu interpretasi atas sebuah pernyataan, namun di sini dimaksudkan
untuk mengklarifikasi suatu sudut pandang yang berbeda.
Urgensi menelusuri jejak sejarah untuk menentukan permulaan sesuatu yang
begitu ditekankan pada tahap pengetahuan sekarang, tentu saja didorong oleh
kebutuhan pikiran biasa untuk mengetahui sebuah permulaan dan jika mungkin
akhir dari setiap hal. Hampir setiap hal yang diketahui manusia sesuai dengan akal
sehatnya mempunyai awal dan akhir. Keinginan mengetahui esensi sesuatu itu
merupakan wujud kebutuhan akan stabilitas, rasa aman. Istilah ini tercantum di
dalam buku, kini bisa diletakkan di atas papan -- mengetahui A sampai Z sesuatu
atau lainnya. Ada berbagai metode yang relatif diterima dalam menentukan awal
dan akhir itu, atau menghasilkan berbagai penyulihan untuknya. Semua metode itu
mungkin dihasilkan dari berbagai mitos dan legenda yang seringkali menyangkut
bagaimana segala sesuatu bermula dan berakhir. Cara lainnya adalah penegasan
raja Cina bahwa sejarah berawal dari dirinya dan buku-buku sejarah sebelumnya
www.tris.co.nr
55
0 komentar:
Posting Komentar